Blogger Jateng

Membandingkan Arsitektur Tanpa Server dan Tradisional

Dalam lanskap pengembangan perangkat lunak yang terus berkembang, memilih arsitektur yang tepat sangat penting untuk keberhasilan aplikasi apa pun. Ada dua paradigma yang menonjol yang mendominasi: arsitektur tanpa server dan tradisional. Meskipun keduanya memiliki tujuan akhir yang sama-menghadirkan aplikasi yang kuat dan andal-keduanya berbeda secara signifikan dalam hal implementasi, skalabilitas, biaya, dan pemeliharaan. Artikel ini membahas perbedaan-perbedaan ini untuk membantu bisnis dan pengembang membuat keputusan yang tepat.

Memahami Arsitektur Tradisional

Arsitektur berbasis server atau monolitik adalah sebutan untuk arsitektur tradisional dan telah mendukung pengembangan aplikasi selama bertahun-tahun. Sistem ini menggunakan server khusus, baik fisik maupun virtual, untuk meng-host aplikasi. Pengembang memiliki kendali penuh atas lingkungan server, mulai dari konfigurasi sistem operasi hingga perangkat lunak dan pembaruan keamanan yang diinstal.

sumber: controlplane.com

Fitur Utama:
  1. Kontrol dan Kustomisasi:  Dengan arsitektur tradisional, Anda memiliki kontrol yang lebih terperinci atas konfigurasi server dan lingkungan tempat aplikasi diterapkan.
  2. Prediktabilitas: Tidak seperti lingkungan multi-penyewa dalam layanan bersama, di mana kinerja tidak deterministik di bawah beban yang diketahui, aplikasi berjalan pada sumber daya khusus.
  3. Pemeliharaan yang kompleks: Mengelola infrastruktur melibatkan pembaruan rutin, pemantauan, dan pemecahan masalah kegagalan perangkat keras atau perangkat lunak.
Kasus Penggunaan:

Arsitektur tradisional dirancang untuk itu:
  • Aplikasi yang beroperasi dengan beban kerja yang stabil dan dapat diprediksi.
  • Penggabungan yang ketat antara komponen dalam sistem lama.
  • Lingkungan yang membutuhkan kontrol signifikan atas konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak.

Menjelajahi Arsitektur Tanpa Server

Arsitektur tanpa server mewakili pergeseran paradigma dengan mengabstraksikan manajemen infrastruktur. Dalam model ini, penyedia cloud seperti AWS, Azure, atau Google Cloud menangani penyediaan, penskalaan, dan pemeliharaan server. Pengembang hanya berfokus pada penulisan dan penerapan kode, dengan aplikasi yang berjalan di lingkungan fana yang berskala dinamis berdasarkan permintaan.

Fitur Utama:
  1. Skalabilitas: Dalam arsitektur Serverless, sumber daya secara otomatis bertambah atau berkurang tergantung pada lalu lintas sehingga menghilangkan masalah penyediaan yang berlebihan dan pemanfaatan yang kurang.
  2. Efisiensi Biaya: Organisasi hanya mengeluarkan biaya untuk sumber daya yang benar-benar mereka gunakan, menghindari biaya yang terkait dengan sumber daya yang menganggur, berkat penetapan harga bayar sesuai penggunaan.
  3. Mengurangi Pemeliharaan: Manajemen infrastruktur ditangani oleh penyedia cloud, sehingga pengembang dapat berkonsentrasi pada logika aplikasi.
Kasus Penggunaan:

Arsitektur tanpa server bersinar dalam situasi seperti:
  • Melanjutkan ke aplikasi berbasis peristiwa seperti chatbot atau pemrosesan data waktu nyata
  • Perusahaan rintisan yang ingin meningkatkan skala secara eksponensial tanpa belanja modal awal.
  • Aplikasi dengan beban kerja yang tidak dapat diprediksi atau melonjak.

Membandingkan Dua Paradigma

Aspek
  • Infrastruktur
  • Skalabilitas
  • Model Biaya
  • Kecepatan Pengembangan
  • Pemeliharaan
  • Kinerja
Arsitektur Tradisional
  • Server yang dikelola sendiri, fisik atau virtual
  • Membutuhkan intervensi manual untuk menskalakan
  • Biaya tetap, berapa pun penggunaannya
  • Lebih lambat karena penyiapan infrastruktur
  • Tinggi, termasuk pembaruan dan pemantauan
  • Dapat diprediksi untuk beban kerja yang stabil
Arsitektur Tanpa Server
  • Dikelola sepenuhnya oleh penyedia cloud
  • Penskalaan otomatis dan sesuai permintaan
  • Bayar sesuai pemakaian, berdasarkan penggunaan aktual
  • Lebih cepat dengan fokus pada pengembangan kode
  • Minimal, ditangani oleh penyedia cloud
  • Bervariasi, tergantung pada cold start

Tantangan dan Keterbatasan

Arsitektur Tradisional: Meskipun arsitektur tradisional memberikan prediktabilitas dan kontrol yang lebih besar, namun sering kali memerlukan biaya tetap yang tinggi dan pemeliharaan yang tinggi. Penskalaan terkadang cukup rumit, membutuhkan pembelian ulang perangkat keras atau penyediaan server, yang biasanya mengakibatkan waktu henti.

Arsitektur Tanpa Server: Serverless sangat masuk akal, tetapi juga bukan tanpa tantangan. Latensi cold start - kelambatan yang terkait dengan pemutaran sumber daya - terkadang dapat menurunkan kinerja, terutama untuk aplikasi yang peka terhadap latensi. Penguncian vendor dapat menjadi masalah lain, karena aplikasi tanpa server sering kali tidak mudah untuk dimigrasi dari satu penyedia ke penyedia lainnya.

Memilih Arsitektur yang Tepat

Keputusan antara arsitektur tanpa server dan tradisional bergantung pada kebutuhan proyek tertentu:
  • Pilihlah Arsitektur Tradisional jika aplikasi Anda memerlukan kontrol penuh atas lingkungan, menangani beban kerja yang stabil, atau melibatkan sistem lama.
  • Pilih Arsitektur Tanpa Server untuk kelincahan, skalabilitas, dan efisiensi biaya, terutama untuk aplikasi baru atau beban kerja dengan permintaan yang tidak dapat diprediksi.

Kesimpulan

Arsitektur tanpa server dan tradisional masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan yang berbeda. Meskipun serverless menawarkan skalabilitas yang tak tertandingi dan mengurangi biaya operasional, arsitektur tradisional memberikan kontrol dan keandalan untuk sistem yang sudah mapan. Dengan mengevaluasi persyaratan proyek, anggaran, dan tujuan jangka panjang dengan cermat, organisasi dapat memilih arsitektur yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.