Wisata ialah kegiatan yang semestinya menyenangkan dan menciptakan hati gembira, akan namun acara wisata mampu menjadi bencana kalau tidak ada administrasi yang bagus dari pengurus dan turis itu sendiri.
Contoh masalah dalam hal ini adalah wisata yang berafiliasi dengan air seperti sungai, danau, air terjuan dan pantai. Pada libur lebaran telah pasti objek wisata tadi akan sarat sesak turis dan mengakibatkan kepadatan.
Selain itu dampak buruknya ialah peristiwa meninggalnya turis balasan terseret arus pantai, banjir bandang sungai, atau di teladas.
Pada momen piknik kali ini saja pasti ada peristiwa tersebut seperti banjir bandang di Citengah Sumedang, pelancong di Pangandaran dan yang lain terseret arus, anak tenggelam di curug dan yang lain.
Mengapa tragedi di daerah rekreasi air ini selalu terjadi dari tahun ke tahun?. Hal ini tentu karena kebodohan pelancong (yang utama) dan lemahnya mitigasi pengurus objek rekreasi.
Memang dikala libur hari raya, objek wisata akan membludak dipadari turis sehingga personil pengelola pun akan kesulitan menertibkan acara turis utamanya di pantai yang luas.
Maka dalam hal ini kesadaran pelaku rekreasi yakni yang utama. Seperti misal ada gosip anak karam di Grand Canyon Karawang. Ini murni acuhnya pelancong kepada bahaya arus sungai disamping administrasi wisata yang tidak memantau debit air dari hulu.
Curug atau penderasan mempunyai bak arus tinggi di bawahnya dan kita akan susah keluar bila telah karam ke dalam. Kaprikornus penduduk kita seolah coba-coba dengan fenomena ganas.
Buruknya administrasi wisata masih menjadi masalah di negara meningkat . Membangun objek rekreasi di badan air alami mempunyai dampak resiko yang perlu diantisipasi oleh pengelola.
Misalnya membangun resort di segi sungai maka mesti diketahui bahwa suatu saat hujan deras bisa datang-tiiba turun di hulu dan dampaknya yakni air bah akan menerjang lokasi. Ini seperti kejadian di Citengah yang menghanyutkan satu anak.
Tidak ada koordinasi pengelola rekreasi sungai dengan BMKG dan diteruskan ke pengujung. Sementara itu air bah menerjang sungai sangat cepat hingga meluap dan menghancurkan. Wilayah hulu mempunyai kecepatan anutan tinggi alasannya kontur yang lebih terjal.
Jangan hingga keceriaan rampung duka di hari raya. Masyarakat juga seolah masih menyepelekan kepada air. Di pantai saja contohnya banyak yang berenang hingga batas berbahaya. Ingat bahwa arus balik laut itu lebih kencang dan menarik badan manusia alasannya kelerengan pantai (rip current).
Apakah masyarakat kita tidak lulus geografi ketika di sekolah?. Ya ini kan seperti cambuk bagi pendidikan kita. Menanamkan wawasan dan kesadaran pada penduduk negara meningkat sangat berat.
Memang takdir tidak bisa dilawan, tetapi ada pengetahuan yang bisa kida pelajari untuk menghemat terjadinya peristiwa. Kejadian tenggelamnya anak di curug, di danau, di pantai bekerjsama bisa disingkirkan jika insan sadar akan kekuatan alam.
Salah satu misi pendidikan geografi salah satunya yaitu menanamkan kesadaran akan kekuatan alam khususnya badan air sehingga kita mempunyai kehati-hatian dikala berkunjung ke lokasi-lokasi tersebut.
Gambar: Republika
Contoh masalah dalam hal ini adalah wisata yang berafiliasi dengan air seperti sungai, danau, air terjuan dan pantai. Pada libur lebaran telah pasti objek wisata tadi akan sarat sesak turis dan mengakibatkan kepadatan.
Selain itu dampak buruknya ialah peristiwa meninggalnya turis balasan terseret arus pantai, banjir bandang sungai, atau di teladas.
Pada momen piknik kali ini saja pasti ada peristiwa tersebut seperti banjir bandang di Citengah Sumedang, pelancong di Pangandaran dan yang lain terseret arus, anak tenggelam di curug dan yang lain.
Mengapa tragedi di daerah rekreasi air ini selalu terjadi dari tahun ke tahun?. Hal ini tentu karena kebodohan pelancong (yang utama) dan lemahnya mitigasi pengurus objek rekreasi.
Memang dikala libur hari raya, objek wisata akan membludak dipadari turis sehingga personil pengelola pun akan kesulitan menertibkan acara turis utamanya di pantai yang luas.
Maka dalam hal ini kesadaran pelaku rekreasi yakni yang utama. Seperti misal ada gosip anak karam di Grand Canyon Karawang. Ini murni acuhnya pelancong kepada bahaya arus sungai disamping administrasi wisata yang tidak memantau debit air dari hulu.
Curug atau penderasan mempunyai bak arus tinggi di bawahnya dan kita akan susah keluar bila telah karam ke dalam. Kaprikornus penduduk kita seolah coba-coba dengan fenomena ganas.
Buruknya administrasi wisata masih menjadi masalah di negara meningkat . Membangun objek rekreasi di badan air alami mempunyai dampak resiko yang perlu diantisipasi oleh pengelola.
Misalnya membangun resort di segi sungai maka mesti diketahui bahwa suatu saat hujan deras bisa datang-tiiba turun di hulu dan dampaknya yakni air bah akan menerjang lokasi. Ini seperti kejadian di Citengah yang menghanyutkan satu anak.
Tidak ada koordinasi pengelola rekreasi sungai dengan BMKG dan diteruskan ke pengujung. Sementara itu air bah menerjang sungai sangat cepat hingga meluap dan menghancurkan. Wilayah hulu mempunyai kecepatan anutan tinggi alasannya kontur yang lebih terjal.
Wisata sungai mempunyai resiko tinggi |
Apakah masyarakat kita tidak lulus geografi ketika di sekolah?. Ya ini kan seperti cambuk bagi pendidikan kita. Menanamkan wawasan dan kesadaran pada penduduk negara meningkat sangat berat.
Memang takdir tidak bisa dilawan, tetapi ada pengetahuan yang bisa kida pelajari untuk menghemat terjadinya peristiwa. Kejadian tenggelamnya anak di curug, di danau, di pantai bekerjsama bisa disingkirkan jika insan sadar akan kekuatan alam.
Salah satu misi pendidikan geografi salah satunya yaitu menanamkan kesadaran akan kekuatan alam khususnya badan air sehingga kita mempunyai kehati-hatian dikala berkunjung ke lokasi-lokasi tersebut.
Gambar: Republika