Blogger Jateng

Gunung Semeru Meletus Besar, Pertanda Apakah Ini?

Gunung api tertinggi di pulau Jawa yaitu Semeru meletus besar dua hari lalu yang menyebabkan setidaknya 14 warga meninggal dunia (hingga data terakhir). Gunung api dengan ketinggian 3.676 mdpl ini memuntahkan guguran debu vulkanik yang mengubur beberapa desa di kaki lereng.
Lantas apakah erupsi besar Semeru ini tidak terpantau tanda-tandanya oleh pos observasi?. Perlu diketahui bahwa setiap gunung api itu mempunyai karakteristik tersendiri sehingga memang manusia perlu beradaptasi dengan keadaan tersebut.
Gunung Semeru yakni gunung api tipe stratovolcano yang tubuhnya tersusun atas lapisan piroklastik dan lava yang membeku. Tingkat kelerengan Semeru tergolong curam dengan tinggi puncak menjulang sehingga jikalau ada guguran abu piroklastik pasti akan turun dengan kecepatan tinggi menuju lembah dan sungai disekitarnya.
Normalnya sebelum gunung api meletus, pastinya ada tanda-tanda yang muncul sebagai antisipasi sebelum terjadi erupsi besar mirip gempa tremor, kepulan asap dari lubang kepundan, mata air mengering atau berganti warna hingga pergeseran sikap hewan.
Akan tetapi erupsi Semeru sore kemarin sangat tiba-datang dan kelihatannya perayaan dini tidak ada (menurut penuturan beberapa warga sekitar). Hal ini pertanda bahwa di dalam dapur magma sudah terjadi peningkatan aktifitas yang memang tidak bisa kita pantau.
Kubah puncak Semeru dari rekaman Google Earth

Dapur magma setiap gunung api mempunyai kedalaman, volume dan kekentalan berlawanan-beda. Sialnya insan tidak mampu mengawasi ruangan membisu-membisu tersebut sebab berada di bawah badan gunung api sehingga kita cuma bisa memprediksi dari fenomena eksternal saja.
Masyarakat Indonesia sejatinya telah sangat paham dengan kondisi geologis negerinya yang berada di zona sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik. Peradaban-peradaban manusia banyak ditemukan di sekeliling lereng gunung api alasannya adalah kesuburannya yang tinggi untuk menunjang kehidupan agraris.
Gunung api yaitu sumber material bahan-bahan bangunan dan penting sekali bagi kehidupan disamping untuk kegiatan pertanian. Selain itu gunung api menjadi sumber penangkap air yang bagus. Manusia hanya perlu mengalah sejenak jika memang erupsi terjadi sebab hal tersebut adalah sesuatu yang masuk akal untuk mempertahankan keseimbangan.
Yang mesti kita kerjakan ialah memeriksa batas zona kawasan pedoman erupsi semoga penduduk tidak membangun pemukiman disana. Hal ini untuk meminimalkan imbas negatif manakala erupsi terjadi. Semakin dekat pemukiman dengan puncak gunung api pasti ancaman semakin tinggi.
Pemerintah dan pihak terkait seperti BNPB, BIG perlu secepat mungkin menciptakan peta gres zonasi kawasan bahaya erupsi di setiap gunung api di Indonesia. Data tentunya dilihat dari rekam jejak erupsi gunung api tersebut.
Lantas apakah erupsi gunung api itu adalah bencana?. Erupsi itu ialah fenomena alam namun peristiwa itu ialah fenomena alam/non alam manakala menciptakan korban jiwa/kerugian bagi insan.
Lalu bolehkah mengaitkan peristiwa bencana alam dengan azab dari Tuhan?. Dalam pandangan Islam hal itu sah-sah saja bahu-membahu dan bahkan perlu menjadi sumber introspeksi, sebab faktanya dalam Al Quran juga tertulis demikian, tetapi selain kita merenung wacana perilaku kita di dunia, lebih lanjut lagi kita mesti berbagi kompetensi keilmuan dan penyesuaian ihwal fenomena alam.
Ayat Alquran tentang kaitan azab dan fenomena alam (Q.S Al- Ankabut)

Dalam perspektif geografi, persepsi fisis determinisme perlu lebih ditekankan sebab dalam komunitas penduduk budbahasa nusantara pun persepsi tersebut tetap menjadi acuan hidup dimana alam mengatur kehidupan insan bukan sebaliknya. Jika tatanan ekologi dijaga maka kejadian tidak akan terjadi.
Gunung api yakni anugerah Tuhan yang hebat alasannya jikalau melalui prosedur erupsi daratan terbentuk dan insan serta mahluk hidup lain bisa berkembang dan meningkat di atasnya. Kita hanya diminta sejenak menyerah bila memang ia sedang ingin mengeluarkan materialnya.
Agnas Setiawan, Blogger Indonesia