Blogger Jateng

Ancaman Bencana Hidrometeorologi Semakin Nyata

Menjelang final tahun 2021 ini beberapa kawasan di Indonesia mulai memasuki isu terkini penghujan. Ancaman peristiwa hidrometeorologi mengancam penduduk sehingga harus perlu diwaspadai.

Lalu apa itu bencana hidrometeorologi?. Bencana hidrometeorologi ialah suatu tragedi yang diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi, mirip curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin. 
Banyak peristiwa yang termasuk ke dalam bencana hidrometeorologi, antara lain kekeringan, banjir, angin puting-beliung, kebakaran hutan, rob dan lainnya.
Artinya insiden tersebut diatur oleh kondisi cuaca dan iklim. Semakin kesini bahaya tragedi hidrometeorologi kian konkret dan intensitasnya condong meningkat.
Menurut data sampai Oktober 2021, tercatat 2.208 bencana alam terjadi di seluruh kawasan Indonesia. Banjir ialah jenis tragedi yang mendominasi, lalu disusul puting beliung dan longsor.
Perubahan iklim simpulan global warming mulai merubah acuan cuaca di dunia tergolong Indonesia. Sementara itu manusia selaku distributor paling dinamis di permukaan bumi seolah abai dan tidak acuh kepada bahaya ini.
Pembangunan masif kota tetapi tidak dengan didukung dengan sikap penduduk dan infrastruktur mitigasi bencana tidak dipedulikan.
Lihat saja jika kita bangkit pemukiman, mall, jalan tol dan yang lain, sangat jarang dijumpai gorong-gorong air yang memadai. Tidak ada perencanaan untuk pemikiran air, yang penting untung dulu secara ekonomi.
Pemerintah sibuk berbenah dikala peristiwa telah terjadi saja. Harusnya pembangunan kota mesti seimbang antara keperluan insan dengan kebutuhan ekologi.
Daerah hulu dan hilir sungai sekarang telah masif dieksploitasi hanya alasannya adalah motif ekonomi semata sehingga dikala informasi terkini penghujan tiba, kita tinggal menanti peristiwa saja. Memang bencana bisa terjadi dimana saja akan tetapi kita setidaknya berupaya untuk menghemat efek yang terjadi biar menghemat korban jiwa.
Disamping itu perilaku penduduk dan infrastruktur administrasi sampah masih buruk. Alur pembuangan sampah dari rumah menuju kawasan pembuangan akhir masih carut marut.
Ditambah lagi sikap masyarakat yang membuang sampah sembarang pilih menciptakan insiden kian bersahabat dengan kita.
Adanya kekerabatan nyata pembangunan infrastruktur ekonomi dengan kenaikan peristiwa kejadian mesti menjadi perhatian serius pemerintah.
Pemerintah jangan cuma konsentrasi dan bangga dengan kemajuan ekonomi tinggi, masuk jajaran G20 dan indikator ekonomi tek-tek bengek lain.
Semetara itu indikator ekologi diabaikan begitu saja, yang menjadi korban yakni penduduk di bawah. Para pejabat negara mungkin enak-enak saja memiliki fasilitas rumah patut huni, kanal keuangan melimpah, asuransi melimpah.
Sementara itu pada lapisan bawah, penduduk cuma diberikan seadanya saja. Rumah dibangun di pinggir kali, yang penting murah lalu mampu kredit ringan.
Setelah itu terjadi banjir lalu yang ada hanya nestapa dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Nampaknya memang mirip omong kosong jika bicara pembangunan ekologi di negara ini.
Karena fakta yang mengatakan, kita berILMUGURU, ekologi cuma cuma sebatas ingin menerima nilai pada secarik cobaan kertas ijazah. Sementara itu pada tataran pelakasanaan simpel di lapangan sama sekali jauh panggang dari api.