Blogger Jateng

Katanya Allah Itu Ada, Mana Buktinya? Kenapa Tidak Dapat Kita Lihat?

Kisah ini termasuk kategori Raddus-Syuhubuhat (jawaban atas tuduhan) ihwal Islam. Musuh-musuh Islam selalu mencari-cari permasalahan dalam agama ini yang sulit dijawab oleh logika kita dan tujuannya semoga kaum Muslimin ragu terhadap kebenaran agama mereka, terutama duduk kasus aqidah.

cari permasalahan dalam agama ini yang sulit dijawab oleh logika kita dan Katanya Allah itu Ada, MANA BUKTINYA? Kenapa Tidak Bisa Kita Lihat?

Saya juga kurang ingat betul apakah ketiga cowok itu beragama Nasrani atau Atheis yang anti agama. Intinya ketiga orang cowok itu ingin menguji pemahaman seorang ulama ihwal Islam. Kalau ia tidak sanggup menjawab ketiga pertanyaan itu, apalagi orang awam. Dan kalau tidak ada tanggapan yang logis dan memuaskan, maka ada kelemahan dalam agama ini.

Ketiga cowok itu menemui sang ulama, dengan penuh yakin bahwa sang ulama tidak sanggup menjawab salah satunya mulai berbicara,

“Ya syeikh, katanya Allah itu ada, mana buktinya? Kenapa tidak sanggup kita lihat?”

“Cukup? Ya, ada pertanyaan lagi?” sambut ulama itu.

“Ada syeikh, katanya Allah telah memilih segalanya, termasuk amal perbuatan kita sudah ditentukan dan ditakdirkan. Kalau memang demikian, kenapa musti ada hisab? Dan kenapa musti ada eksekusi bagi orang yang melaksanakan kesalahan?” cowok kedua bertanya.

“Ya bagus. Ada lagi yang ditanyakan?” tantang syeikh itu.

“Ya ada lagi syeikh. Katanya syetan itu diciptakan dari api. Dan kita tahu bahwa syetan nanti akan dimasukkan ke dalam neraka. Apa ada pengaruhnya, api dibakar dengan api?” Tanya cowok ketiga.

“Cukup atau ada lagi?”

“Cukup syeikh.”

“Ya sebentar ya…”

Sang ulama tidak menjawab melainkan mengambil beberapa genggam tanah keras lalu…
Pluk… prak…duss…
Dilemparkan tanah keras itu ke muka ketiga cowok itu, dan ketiganya meringis kesakitan. Darah pun bercucuran dari wajah mereka.

“Ya syeikh, kami bertanya baik-baik, kenapa Anda melempar kami?”

“Itu jawabannya…” jawab ulama itu.

Kedua cowok itu pergi dan pribadi membawa masalah ini ke pengadilan. Melaporkan perbuatan ulama itu semoga diadili alasannya ialah kezhalimannya. Pengadilan mendapatkan aduannya dan ulama itu pun dipanggil.

Saat sudah berada di atas dingklik terdakwa hakim mulai memproses hukumnya dan menanyakan kepada ulama itu perihal dakwaan ketiga cowok itu.

“Ya syeikh,” kata hakim. “Benarkah Anda telah menyakiti ketiga cowok ini? Bisa Anda jelaskan?”

“Ketiga cowok itu menanyakan tiga hal dan aku telah menjawabnya.”

“Jawaban macam syeikh? Lalu kenapa mereka terluka menyerupai itu?”

“Ya, itu jawabannya.”

“Saya tidak mengerti, sanggup Anda jelaskan?”

“Mereka bertanya bahwa Allah itu ada, jikalau ada, mana buktinya? Kenapa kita tidak sanggup melihatnya? Sekarang aku bertanya, bagaimana rasanya aku lempar dengan tanah keras itu? Sakit?”

“Jawab wahai pemuda?” minta hakim kepada salah satunya.

“Ya sakit.”

“Kalau memang sakit, berarti sakit itu ada, kalau memang ada, mana buktinya? Kenapa aku tidak melihat ‘sakit’ itu?”

“Ini, darah ini syeikh. Darah ini tanda bahwa sakit itu ada.”

“Begitulah pak Hakim, ia tidak sanggup menunjukan adanya sakit dan tidak sanggup melihat sakit itu, hanya menawarkan tandanya, darah. Bahwa sesuatu yang ada tidak mesti sanggup dilihat. Tapi ada tanda-tandanya. Sakit itu ada dan tidak sanggup kita lihat, hanya ada buktinya, darah. Demikian halnya dengan Pencipta kita, Allah Azza wa Jalla. Ia ada, namun keterbatasan kecerdikan kita tidak sanggup menangkap keberadaan-Nya. Dan seluruh makhluk di jagad raya ini ialah bukti bahwa Allah itu ada.”

“Bisa diterima,” sela hakim.

“Pertanyaan yang kedua pak hakim, mereka bertanya bahwa Allah telah memilih segalanya termasuk amal perbuatan insan dan mentakdirkannya, jikalau demikian, apa gunanya hisab dan kenapa mesti ada eksekusi bagi orang yang berbuat salah?”

“Apa tanggapan Anda syeikh?”

“Sekarang aku bertanya kepada kalian. Kalau Anda berkeyakinan menyerupai itu, kenapa melaporkan perbuatan aku ke pengadilan? Perbuatan aku kan sudah ditentukan?”

“Bisa diterima syeikh, ada lagi?

“Yang ketiga bertanya, syetan ialah makhluk yang diciptakan dari api, kemudian di alam abadi nanti akan masuk neraka dan disiksa dengan api. Dan aku telah melempar mereka dengan tanah, kita tahu bahwa mereka, kita diciptakan dari tanah, kalau memang sama-sama dari tanah kenapa mesti meringis kesakitan?”

Hakim pun mendapatkan argumentasinya dan tetapkan bebas untuk sang ulama…