Blogger Jateng

Nasib Lulusan Fakultas Keguruan Di Ujung Nestapa

Hmm, judulnya provokatif banget ya teman-teman tetapi menurut aku sih perlu dicermati dengan seksama juga biar jadi persepsi para calon mahasiswa. Tulisan ini cuma pertimbangan aku langsung yang sudah menjadi guru selama 10 tahun lebih. Kalian boleh sependapat atau engga ya, ini cuma sebuah goresan pena bukan akidah yang perlu disertai. Diskusi boleh asal dengan kepala masbodoh bukan emosi, jikalau emosi mempunyai arti setan yang menguasai anda. Jadi pribadi ke konten ini ya. Ehem, jadi pemirsa tahun ini kan pemerintah menggulirkan program PPPK untuk guru dan tenaga honorer. Nah, PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja) itu kan penggantinya PNS, jadi sekarang itu semu guru akan diarahkan ke sana. Coba saja cek di SSCKN gak ada formasi CPNS guru, ada sih namun sedikitttttttttttttttt banget di beberapa instansi. Tahun depan mungkin udah blas menghilang.
Bagi aku PPPK ini ialah "outsorcing berkedok abdi negara", ya alasannya sistemnya kan kesepakatan. Coba saja anda baca lagi. Kalau gak salah janji setahun terus lima tahun terus disambung lagi dan seterusnya. Itu juga bila kontraknya diperpanjang, bila enggak?. Profesi keguruan kini telah masuk kurun kapitalis tulen gan.
Bayangin coba nanti dalam sekolah negeri itu ada dua pemikiran, guru PNS dan guru PPPK. Nah ini niscaya akan ada gap dikotomi yang sadar atau gak sadar akan tercipta. Saya heran apakah memang pemerintah sudah kehabisan nalar untuk mensejahterakan guru-guru di Indonesia sesuai UU yang berlaku.
Profesi keguruan kini memang dirasa kian suram dan saya kira fakultas keguruan juga mending tutup saja lah. Lulus kuliah keguruan dengan bekal teori-teori dan praktik lapangan kemudian sehabis itu ngajar di kampung dibayar seadanya (saya dulu pernah 100 ribu per bulan), lalu mau diapakan wajah lulusan Keguruan?.
Apakah ada sekolah yang membayar gaji tinggi?. Ada namun itu sekolah yang tipe kapitalis dan hanya ditemui di kota besar dan itupun jumlah secuil saja dari populasi sekolah di Indonesia. Tidak akan sebanding jumlah lulusan dengan daya tampung sekolah yang mendapatkan. 
Nasib lulusan fakultas keguruan

Belum lagi kini lulusan non guru mampu jadi guru karena dianggap lebih mahir dibanding lulusan keguruan. Sementara lulusan keguruan tidak bisa melamar di instansi lain, kan gaje namanya.  Kaprikornus FKIP itu jadikan prodi murni saja, ntar kalau mau jadi guru bisa ambil lisensi di kuliah PPG dan yang gak mau jadi guru bisa apply pekerjaan ke lembaga lain ka yummy ya. Kaprikornus akhirnya sekarang FKIP itu ekslusif tetapi muaranya malah tidak menjanjikan sama sekali di pasar karena proyeksi pekerjaan dan penghasilannya tidak seksi.
 Jadi balik lagi ke PPPK, ini menjadi satu hal yang memang di satu sisi mungkin mampu memperbaiki taraf kesejahteraan guru namun dalam hal lain menjadi kemunduran terhadap sumbangan profesi guru. Saya sendiri jujur saja gak akan memasukan anak saya di sekolah keguruan bila di Indonesia, kecuali di luar negeri sih masih diperhitungkan.
Pernah dulu saya ketemu guru dari Malaysia di Bandung, berbicara perihal tata cara perekrutan guru di sana yang jauh berlainan dengan di kita. Disana itu alurnya jelas dan gajinya pun luar biasa sarat dengan penghormatan. Disini kuliah guru kian mahal namun nanti tetap harus tentangan lagi tes-tesan yang belum pasti lulus juga.
Teman-teman aku yang telah lebih 10 tahun ngajar juga masih ada yang dibayar 300 ribuan per bulan. Kan ada sertifikasi juga kok?. Yaelah bila guru newbie belum tahu ya jika sertifikasi itu alurnya usang. Anda harus ngabdi dulu sekurang-kurangnya5 tahun, habis itu daftar dapodik, tes UKG, kalau hoki gres kepanggil PPPG, terus mesti lulus PPGnya juga bila gak lulus ya wasalam repot bukan main.
Belum lagi acara cairnya santunan profesi juga gak pasti, aku saja seringnya di ujung. Saya pastinya bersyukur sebab dahulu pas masih jadi guru honor pribadi searching ke warnet begadang, dan lihat-lihat di jobstreet lentang loker guru sekolah yang manis di kota besar.
Alhamdulillah bisa tes dan masuk, meski tentangan berat se Indonesia. Karena saya memang tipe orang yang gak mau kemampuan profesional saya dibayar tidak masuk akal. Kan guru harusnya tulus?. Itu mah lain soal ya gan, kita itu lulusan profesional ada UU nya dikontrol, hak-haknya juga ada dan kewajibannya . Makara dibayar pantas itu ialah hak guru, wajib anda dapatkan sesuai ketentuan. Saya masih ingat dahulu bapak aku kan PNS guru, nah tahun 2000an atau berapa gitu ada demo besar guru PNS menuntut kemakmuran di gedung parlemen se Indonesia (coba cek rekam jejak beritanya pasti ada). Akhirnya gres ada pergeseran kemakmuran, bayangin duit negara jaman orba tu habis blas masuk kas Cendana semua kayaknya, guru mah boro-boro dipikirin. Nah kini gimana nih, apakah akan ada gelombang serupa?. Tapi kini ini guru-guru Indonesia itu memang guru yang sungguh tangguh dan baik hati. Meski dibayar seadanya tetapi masih tetap tidak melakukan demo besar. Atau belum aja kali ya?. Kita lihat nanti pas PPPK udah bergulir, apakah akan ada kerancuan atau hal lain yang terjadi.

Makara kini ini seolah guru itu berada di posisi paling bawah urutan profesi dengan proyeksi kesejahteraan yang menjanjikan. Masih mau jadi guru?. Bacanya jangan terlalu serius ya, sambil ngopi minum teh saja. Namanya juga opini, di negara demokrasi kan dilindungi. Tapi jikalau opini macam gini saja dibungkam dan dianggap banyaomong doang, ya cuma ada satu kata, Lawan!.