Beberapa hari ini media massa ramai info dengan tagline bisnis syariah Kampung Kurma di Jonggol dinyatakan pailit. Alhasil para penanam modal merasa tertipu dan melayangkan somasi kepada perusahaan.
Memang ihwal Kampung Kurma yang berlokasi di Jonggol ini telah pernah aku baca beritanya beberapa tahun kemudian. Bisnis dengan bahasa syariah Arab Islami di tagline ini ramai diperbincangkan dan langsung banyak penduduk terpesona.
Bukan orang Indonesia namanya bila tidak cepat kesengsem dengan investasi dengan laba cepat dan dibalut perhiasan syariah. Sejak berita ini aku baca, telah ada beberapa orang yang menginvestasikan sampai ratusan juta untuk berbelanja kapling tanah yang nantinya akan ditanami kurma dan dalam waktu 4 tahunan bisa panen.
Apa?...secepat itukah kurma yang notabene vegetasi endemik gurun pasir bisa pribadi berkembang di negeri tropis ini?. Masalah utama niscaya sama adalah literasi penduduk yang sangat minim, ingin cepat untung. Ditambah lagi embel-embel bahasa syariah, islami, tanpa riba dll membuat penduduk merasa terhipnotis untuk berpartisipasi.
Karena aku terjun di dunia geografi maka saya akan memperlihatkan persepsi terkait perbedaan keadaan geografis Indonesia dengan lokasi kurma bisa berkembang di tempat asalnya. Perlu diketahui bahwa setiap flora itu punya batas toleransi untuk mampu meningkat dengan baik di suatu tempat.
Contoh sederhana yakni kelapa itu mampu tumbuh di pantai dan di wilayah perbukitan pun bisa, namun pasti rasanya akan sedikit berlainan alasannya lokasi terbaik kelapa ada di dataran rendah pantai/pesisir.
Sama halnya dengan kurma yang merupakan vegetasi asli gurun dengan suhu udara ekstrim panas, curah hujan minim, tanah pasir kemudian diminta untuk berkembang di daerah Jonggol yang bertipe tanah condong vulkanik, curah hujan tinggi, tekstur tanah keras dan lainnya, ya itu pohon kurma juga mikir-mikir lagi kali untuk berbuah.
Orang awam berpikir bahwa memindahkan tanaman dari negeri orang ke sini itu gampang kali ya?. Itulah memang salah satu sifat orang Indonesia, ingin sesuatu yang cepat, tidak dicek dulu keilmuan dan proyeksinya, dll. Literasi kita memang payah sekali, terbukti dari setiap tahun niscaya banyak gosip orang-orang tertipu bisnis investasi dengan iming-iming bermacam-macam.
Saya juga berfikir wacana mengapa tidak investasi pohon-pohon asli Indonesia saja yang jumlahnya ada banyak, kondisinya udah niscaya sesuai dan tidak terlampau banyak problem. Apakah kita suka gaya-gayaan pakai bahasa Arab atau jika nanam kurma pahalanya gede dan masuk surga?. Emang pohon-pohon lain bukan ciptaan Allah?.
Pola pikir penduduk kita memang masih sempit dan pada umumnya memang masih menyaksikan pada aspek agama. Sah-sah saja pundak-membahu namun dalam hidup ini juga ada kenyataan yang perlu dipikirkan dengan nalar sehat.
Coba kalau dibalik misalnya, kalian invest pohon mangga di Saudi Arabia?. Mungkin pemerintah Saudi juga udah menolak mentah-mentah. Kita disini mentang-mentang kurma itu buah yang identik dengan sunnah namun dijadikan kegiatan penipuan. Nabi Muhammad juga pasti marah kalau menyaksikan hal mirip ini.
Penipuan semacam ini terang melanggar syariah dan haram meskipun dibalut barang yang sunnah. Mendingan kita invest buah-buahan orisinil Indonesia dengan nama lokal Sunda contohnya "silih asih farming" tetapi program didalmnya menguntungkan, syariah tanpa komplemen kata.
Kita melakukan syariah dari dalam bukan hanya kata-kata saja alasannya adalah kata bisa saja membohongi. Fakta mengambarkan demikian karena aneka macam kasus mirip ini di bidang lain seperti properti, 212 Mart atau yang lain. Perusahaan Syariah bodong ini juga ternyata mempergunakan gelombang massa umat Islam pada dikala peristiwa 212 dan 411. Kaprikornus sekilas proyek ini sporadis, emosional dan berbalut ada aroma dendam. Banyak kyai dan ustad besar juga diundang mempromosikan acara bisnis ini.
Semua hal yang berasal dari emosi, nafsu ialah ulah setan dan semua bukan berasal dari buah fatwa jernih nalar sehat dan hati. Akhirnya programnya juga awut-awutan, penyusunan rencana dan tata laksanannya tidak terang. Terbukti kan sekarang?.
Tidaklah perlu kita meng-Arab-Arab-kan Indonesia, kenapa tidak besar hati dengan tanaman orisinil Sunda, Jawa, Sumatera dll. Kembangkan produk setempat dengan manajemen syariah dan berpedoman pada tuntunan muamalah Islam. Islam itu pemikiran hidup, bukan cuma sebatas benda-benda yang melekat dari negeri asalnya.
Untuk apa Allah menciptakan negeri tropis jika begitu jikalau dalam persepsi sebagian penduduk Islam itu harus identik dengan ke-Arab-Arab-an sampai segala sesuatunya harus sama seperti Arab.
Akhirnya udah mampu ditebak, para penanam modal yang mengadu ke PT Kampung Kurma ini tidak menerima kejelasan mengenai duit yang sudah kadung disetor. CS perusahaan tidak mampu dihubungi, kantor tutup dan yang lain.
Semoga masyarakat kita makin pandai dan melek literasi sebelum menggeluti ke dunia investasi model apapun. Di luar sana ada banyak maling-maling yang kita belum pasti tahu apa tujuan mereka. Kewaspadaan adalah kunci utama dari investasi, jadi jangan tergiur iming-iming laba cepat dalam bertahun-tahun atau bulan.
Memang ihwal Kampung Kurma yang berlokasi di Jonggol ini telah pernah aku baca beritanya beberapa tahun kemudian. Bisnis dengan bahasa syariah Arab Islami di tagline ini ramai diperbincangkan dan langsung banyak penduduk terpesona.
Bukan orang Indonesia namanya bila tidak cepat kesengsem dengan investasi dengan laba cepat dan dibalut perhiasan syariah. Sejak berita ini aku baca, telah ada beberapa orang yang menginvestasikan sampai ratusan juta untuk berbelanja kapling tanah yang nantinya akan ditanami kurma dan dalam waktu 4 tahunan bisa panen.
Apa?...secepat itukah kurma yang notabene vegetasi endemik gurun pasir bisa pribadi berkembang di negeri tropis ini?. Masalah utama niscaya sama adalah literasi penduduk yang sangat minim, ingin cepat untung. Ditambah lagi embel-embel bahasa syariah, islami, tanpa riba dll membuat penduduk merasa terhipnotis untuk berpartisipasi.
Karena aku terjun di dunia geografi maka saya akan memperlihatkan persepsi terkait perbedaan keadaan geografis Indonesia dengan lokasi kurma bisa berkembang di tempat asalnya. Perlu diketahui bahwa setiap flora itu punya batas toleransi untuk mampu meningkat dengan baik di suatu tempat.
Contoh sederhana yakni kelapa itu mampu tumbuh di pantai dan di wilayah perbukitan pun bisa, namun pasti rasanya akan sedikit berlainan alasannya lokasi terbaik kelapa ada di dataran rendah pantai/pesisir.
Sama halnya dengan kurma yang merupakan vegetasi asli gurun dengan suhu udara ekstrim panas, curah hujan minim, tanah pasir kemudian diminta untuk berkembang di daerah Jonggol yang bertipe tanah condong vulkanik, curah hujan tinggi, tekstur tanah keras dan lainnya, ya itu pohon kurma juga mikir-mikir lagi kali untuk berbuah.
Orang awam berpikir bahwa memindahkan tanaman dari negeri orang ke sini itu gampang kali ya?. Itulah memang salah satu sifat orang Indonesia, ingin sesuatu yang cepat, tidak dicek dulu keilmuan dan proyeksinya, dll. Literasi kita memang payah sekali, terbukti dari setiap tahun niscaya banyak gosip orang-orang tertipu bisnis investasi dengan iming-iming bermacam-macam.
Saya juga berfikir wacana mengapa tidak investasi pohon-pohon asli Indonesia saja yang jumlahnya ada banyak, kondisinya udah niscaya sesuai dan tidak terlampau banyak problem. Apakah kita suka gaya-gayaan pakai bahasa Arab atau jika nanam kurma pahalanya gede dan masuk surga?. Emang pohon-pohon lain bukan ciptaan Allah?.
Pola pikir penduduk kita memang masih sempit dan pada umumnya memang masih menyaksikan pada aspek agama. Sah-sah saja pundak-membahu namun dalam hidup ini juga ada kenyataan yang perlu dipikirkan dengan nalar sehat.
Pohon kurma sedang berbuah |
Penipuan semacam ini terang melanggar syariah dan haram meskipun dibalut barang yang sunnah. Mendingan kita invest buah-buahan orisinil Indonesia dengan nama lokal Sunda contohnya "silih asih farming" tetapi program didalmnya menguntungkan, syariah tanpa komplemen kata.
Kita melakukan syariah dari dalam bukan hanya kata-kata saja alasannya adalah kata bisa saja membohongi. Fakta mengambarkan demikian karena aneka macam kasus mirip ini di bidang lain seperti properti, 212 Mart atau yang lain. Perusahaan Syariah bodong ini juga ternyata mempergunakan gelombang massa umat Islam pada dikala peristiwa 212 dan 411. Kaprikornus sekilas proyek ini sporadis, emosional dan berbalut ada aroma dendam. Banyak kyai dan ustad besar juga diundang mempromosikan acara bisnis ini.
Semua hal yang berasal dari emosi, nafsu ialah ulah setan dan semua bukan berasal dari buah fatwa jernih nalar sehat dan hati. Akhirnya programnya juga awut-awutan, penyusunan rencana dan tata laksanannya tidak terang. Terbukti kan sekarang?.
Tidaklah perlu kita meng-Arab-Arab-kan Indonesia, kenapa tidak besar hati dengan tanaman orisinil Sunda, Jawa, Sumatera dll. Kembangkan produk setempat dengan manajemen syariah dan berpedoman pada tuntunan muamalah Islam. Islam itu pemikiran hidup, bukan cuma sebatas benda-benda yang melekat dari negeri asalnya.
Untuk apa Allah menciptakan negeri tropis jika begitu jikalau dalam persepsi sebagian penduduk Islam itu harus identik dengan ke-Arab-Arab-an sampai segala sesuatunya harus sama seperti Arab.
Akhirnya udah mampu ditebak, para penanam modal yang mengadu ke PT Kampung Kurma ini tidak menerima kejelasan mengenai duit yang sudah kadung disetor. CS perusahaan tidak mampu dihubungi, kantor tutup dan yang lain.
Semoga masyarakat kita makin pandai dan melek literasi sebelum menggeluti ke dunia investasi model apapun. Di luar sana ada banyak maling-maling yang kita belum pasti tahu apa tujuan mereka. Kewaspadaan adalah kunci utama dari investasi, jadi jangan tergiur iming-iming laba cepat dalam bertahun-tahun atau bulan.