Manusia merupakan salah satu mahluk penghuni planet bumi ini dan berkembang begitu pesat sejak permulaan kelahirannya. Manusia menjadi salah satu aspek kajian dalam geografi alasannya adalah sikap mereka menempati ruang dan terkadang mengubah struktur ruang yang telah ada dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Antroposfer berasal dari kata antrophos mempunyai arti insan dan sphere mempunyai arti lapisan, jadi antroposfer dapat didefinisikan sebagai lapisan manusia beserta segala hal yang berhubungan dengan perilakunya dalam suatu ruang. Objek material geografi yang bersifat fisik berisikan litosfer, atmosfer, hidrosfer, pedosfer, biosfer dan yang bersifat sosial adalah antroposfer. Manusia dipisahkan menjadi satu lapisan khusus alasannya mempunyai karakteristik tersendiri dan mempunyai teladan-contoh tertentu sama halnya mirip objek material yang bersifat fisik.
Pola-pola kehidupan insan di bumi ini dapat diukur berdasarkan faktor kuantitatif maupun kualitatif. Manusia yang hidup dan menetap dalam era waktu tertentu di sebuah wilayah dinamakan penduduk. Penduduk bumi makin usang semakin meningkat dan meningkat dengan pesat diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut data Bank Dunia terbaru, djumlah populasi manusia di bumi saat ini menjangkau angka 7 miliar jiwa dan paling banyak tersebar di benua Asia. Ilmu yang khusus mempelajari wacana dinamika masyarakatdinamakan demografi.
Menurut jago demografi Thomas Robert Malthus, pertumbuhan manusia berlangsung sesuai dengan deret ukur (geometris) sedangkan ketersediaan sumber daya alam (kuliner) bertambah menurut deret hitung (aritmatik). Artinya perkembangan insan lebih cepat dibandingkan kemajuan sumberdaya alam. Kebutuhan manusia yang kian lama makin besar menciptakan ketersediaan pangan kian hari makin menipis dan terkadang mengakibatkan tragedi seperti kemiskinan dan kelaparan di beberapa tempat. Dinamika masyarakatdipengaruhi faktor kelahiran (natalitas), ajal (mortalitas) dan migrasi.
Malthus adalah ekonom Inggris masa 18 yang cukup populer di masanya. Dalam buku "An Essay on the Principle of Population" ia berteori bahwa populasi insan akan terus berkembang sampai dilarang oleh penyakit, kelaparan, perang atau peristiwa.
Pada kurun ke-18 dan awal periode ke-19, para filsuf secara luas percaya bahwa kemanusiaan akan terus berkembang dan condong ke arah utopisme. Malthus melawan dogma ini, dengan alasan bahwa segmen populasi biasa selalu selalu miskin dan sengsara, yang secara efektif memperlambat perkembangan populasi.
Setelah mengamati keadaan di Inggris pada awal 1800-an, Malthus menulis "An Inquiry into the Nature and Progress of Rent" (1815) dan "Principles of Political Economy" (1820), di mana dia berpendapat bahwa lahan pertanian yang tersedia tidak cukup untuk memberi makan populasi dunia yang meningkat. Malthus secara khusus menyatakan bahwa populasi insan meningkat secara geometris, sementara bikinan pangan berkembangsecara aritmatika. Dalam paradigma ini, manusia pada hasilnya tidak dapat menghasilkan kuliner yang cukup untuk mempertahankan diri mereka sendiri.
Teori ini dikritik oleh para ekonom dan hasilnya disangkal. Bahkan ketika populasi manusia terus meningkat, pertumbuhan teknologi dan migrasi telah memastikan bahwa persentase orang yang hidup di bawah garis kemiskinan terus menurun. Selain itu, interkoneksi global merangsang ajaran santunan dari negara-negara kaya pangan ke daerah meningkat .
Baca juga: Masalah kuantitatif penduduk Indonesia
Pola-pola kehidupan insan di bumi ini dapat diukur berdasarkan faktor kuantitatif maupun kualitatif. Manusia yang hidup dan menetap dalam era waktu tertentu di sebuah wilayah dinamakan penduduk. Penduduk bumi makin usang semakin meningkat dan meningkat dengan pesat diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut data Bank Dunia terbaru, djumlah populasi manusia di bumi saat ini menjangkau angka 7 miliar jiwa dan paling banyak tersebar di benua Asia. Ilmu yang khusus mempelajari wacana dinamika masyarakatdinamakan demografi.
Dinamika antroposfer |
Malthus adalah ekonom Inggris masa 18 yang cukup populer di masanya. Dalam buku "An Essay on the Principle of Population" ia berteori bahwa populasi insan akan terus berkembang sampai dilarang oleh penyakit, kelaparan, perang atau peristiwa.
Pada kurun ke-18 dan awal periode ke-19, para filsuf secara luas percaya bahwa kemanusiaan akan terus berkembang dan condong ke arah utopisme. Malthus melawan dogma ini, dengan alasan bahwa segmen populasi biasa selalu selalu miskin dan sengsara, yang secara efektif memperlambat perkembangan populasi.
Setelah mengamati keadaan di Inggris pada awal 1800-an, Malthus menulis "An Inquiry into the Nature and Progress of Rent" (1815) dan "Principles of Political Economy" (1820), di mana dia berpendapat bahwa lahan pertanian yang tersedia tidak cukup untuk memberi makan populasi dunia yang meningkat. Malthus secara khusus menyatakan bahwa populasi insan meningkat secara geometris, sementara bikinan pangan berkembangsecara aritmatika. Dalam paradigma ini, manusia pada hasilnya tidak dapat menghasilkan kuliner yang cukup untuk mempertahankan diri mereka sendiri.
Teori ini dikritik oleh para ekonom dan hasilnya disangkal. Bahkan ketika populasi manusia terus meningkat, pertumbuhan teknologi dan migrasi telah memastikan bahwa persentase orang yang hidup di bawah garis kemiskinan terus menurun. Selain itu, interkoneksi global merangsang ajaran santunan dari negara-negara kaya pangan ke daerah meningkat .
Baca juga: Masalah kuantitatif penduduk Indonesia