Pagi hari ini seperti biasa saya pergi mencari sarapan ke luar rumah dengan jalan kaki lewat pesawahan di kampung.
Rumah saya memang berada di kota Majalengka namun masih banyak pesawahan. Bulan ini memasuki puncak trend hujan dan hampir setiap sore sampai malam hujan terus turun di kota Majalengka.
Dampaknya pagi hari suhu udara sungguh cuek dan menciptakan fenomena langka muncul di atas Ciremai. Fenomena tersebut adalah awan topi lentikular.
Saya bergegas mengambil kamera untuk mengabadikan fenomena atmosfer yang jarang terjadi ini. Lalu apakah kedatangan awan lentikular ini menjadi menandakan bahaya?.
Tentu tidak alasannya fenomena atmosfer ini yaitu murni alasannya adalah aspek alam. Yuk kita simak faktor terjadinya awan lentikular ini. Awan lentikular yakni awan berupa lensa atau melingkar yang terbentuk di troposfer dan umumterbentuk karena pembentukannya searah dengan arah angin di puncak gunung. Ada tiga jenis awan lentikular: 1. altocumulus standing lenticular (ACSL),2. stratocumulus standing lenticular (SCSL),3. cirrocumulus standing lenticular (CCSL)
Proses terbentuknya awan lentikularSaat udara mengalir di permukaan bumi, maka ia akan menghadapi beberapa kendala. Hambatan ini bisa buatan manusia seperti bangunan atau alami seperti bukit, gunung atau lembah. Gangguan ini menyebabkan alian udara akan berganti
Semakin tinggi udara maka akan kian masbodoh. Ketika cuek, kelembaban yang dikandungnya berkembang menjadi tetesan air. Tetesan inilah yang membentuk awan. Dengan demikian, arus udara hangat mendingin bergerak naik gunung, menciptakan awan.
Awan lentikular ialah awan berupa lensa yang biasanya meningkat di segi bawah gunung atau pegunungan. Ini terjadi ketika udara yang stabil dan lembab mengalir di atas gunung, menciptakan serangkaian gelombang berosilasi. Jika suhu di puncak gelombang udara sama dengan suhu titik embun, kondensasi terjadi dalam deretan bentuk lensa. Ketika udara jatuh ke dasar gelombang udara, di mana suhu udara dan suhu titik embun tidak sama maka penguapan terjadi. Dengan demikian, awan gelombang, atau serangkaian awan lentikular, mampu terbentuk.
Awan lentiluar menjadi mengambarkan cuaca sedang ektrim di puncak gunung dan bisa menyebabkan hujan lebat di lereng gunung. Namun awan ini bukan menjadi membuktikan akan adanya fenomena lain mirip gempa atau tsunami.
Rumah saya memang berada di kota Majalengka namun masih banyak pesawahan. Bulan ini memasuki puncak trend hujan dan hampir setiap sore sampai malam hujan terus turun di kota Majalengka.
Dampaknya pagi hari suhu udara sungguh cuek dan menciptakan fenomena langka muncul di atas Ciremai. Fenomena tersebut adalah awan topi lentikular.
Saya bergegas mengambil kamera untuk mengabadikan fenomena atmosfer yang jarang terjadi ini. Lalu apakah kedatangan awan lentikular ini menjadi menandakan bahaya?.
Tentu tidak alasannya fenomena atmosfer ini yaitu murni alasannya adalah aspek alam. Yuk kita simak faktor terjadinya awan lentikular ini. Awan lentikular yakni awan berupa lensa atau melingkar yang terbentuk di troposfer dan umumterbentuk karena pembentukannya searah dengan arah angin di puncak gunung. Ada tiga jenis awan lentikular: 1. altocumulus standing lenticular (ACSL),2. stratocumulus standing lenticular (SCSL),3. cirrocumulus standing lenticular (CCSL)
Awan lentikular di puncak Ciremai |
Semakin tinggi udara maka akan kian masbodoh. Ketika cuek, kelembaban yang dikandungnya berkembang menjadi tetesan air. Tetesan inilah yang membentuk awan. Dengan demikian, arus udara hangat mendingin bergerak naik gunung, menciptakan awan.
Awan lentikular ialah awan berupa lensa yang biasanya meningkat di segi bawah gunung atau pegunungan. Ini terjadi ketika udara yang stabil dan lembab mengalir di atas gunung, menciptakan serangkaian gelombang berosilasi. Jika suhu di puncak gelombang udara sama dengan suhu titik embun, kondensasi terjadi dalam deretan bentuk lensa. Ketika udara jatuh ke dasar gelombang udara, di mana suhu udara dan suhu titik embun tidak sama maka penguapan terjadi. Dengan demikian, awan gelombang, atau serangkaian awan lentikular, mampu terbentuk.
Awan lentiluar menjadi mengambarkan cuaca sedang ektrim di puncak gunung dan bisa menyebabkan hujan lebat di lereng gunung. Namun awan ini bukan menjadi membuktikan akan adanya fenomena lain mirip gempa atau tsunami.