Dalam salah satu kajian Aa Gym, beliau pernah berkata "janganlah berharap terhadap mahluk, berharaplah kepada Allah SWT sang penguasa mahluk".
Nampaknya kata-kata itulah yang sekarang menjadi pegangan hidup paling paten dan "ultimate" dalam menjalani kehidupan.
Dalam artikel ini saya hanya akan sedikit bercerita ihwal salah satu kabar bahwa pemberian guru sekolah perjanjian koordinasi alias SPK itu akan dihapus.
Saya lalu coba cek kabar di info-berita ternyata memang sudah gaduh gak karuan. Ada salah satu sahabat saya juga yang bertanya via WA "pak sertifikasi di sekolah cair gak?".
Ternyata memang biang keroknya ialah ada cecunguk dewan perwakilan rakyat yang menjajal menzalimi rakyatnya. Jadi apa sih yang dimaksud sekolah SPK itu?
Gini aja deh mudahnya, di kota-kota besar itu sekarang kan banyak sekolah yang berlabel Cambridge, IB dan kurikulum luar. Nah sekolah yang pakai gituan itu menurut badan legislatif katanya gaji gurunya sudah tinggi jadi gak perlu sertifikasi.
Lah itu ajuan ngawur dan saya yakin itu anggota DPR yang bilang pasti cuma melihat dari salah satu sekolah kaya sekolah Jakarta Intercultural School di Jakarta yang gaji guru bulenya aja mampu 20 puluhan juta ke atas dan honor guru Indonesia mampu 10 jutaan keatas,
Di luar sana banyak sekolah-sekolah berembel-embel SPK yang honor guru lokal itu beda dengan yang sekolah JIS tadi. Malah gaji guru luar yang kebanyakan Filipina itu mampu puluhan juta. Perbandingan kerjanya jauh banget. Mereka cuma modal bahasa Inggris doang, soal etos kerja dan pengabdian kalah kelas dari guru Indonesia.
Saya sendiri mengalami hal tersebut. Kaprikornus memang negeri kita itu benar adanya tidak menghargai bangsanya sendiri. Makara jangan harap ini bangsa akan maju.
Sebenarnya saya tidak begitu peduli sertifikasi cair atau tidak, tetapi jika berpedoman pada payung hukum UUD Guru dan Dosen maka ada hak guru yang tidak tercukupi. Negara kita berdasar hukum, maka untuk apa UU tersebut kalau dilanggar.
Gaji guru PNS + sertifikasi saja mampu lebih besar dibandingkan dengan honor guru lokal di sekolah SPK. Kalaupun memang para anggota dewan yang terhormat tidak ikhlas mengaplikasikan UU ini harusnya bilang di permulaan bahwa guru di SPK tidak akan mampu sertifikasi.
Bagi saya profesionalnya seorang guru tidak hanya diukur dari adanya akta. Kurikulum Indonesia memang masih tidak handal, buktinya masih ada sekolah-sekolah yang membeli lisensi kurikulum luar. Satu-satunya kurikulum Indonesia yang paten berdasarkan saya adalah kurikulum pendidikan pesantren. Carut marut dunia pendidikan di Indonesia memang telah kronis, belum ditambah permasalahan guru honorer yang dari dahulu tidak pernah beres-beres.
Teman aku yang ngajar di sekolah dengan label pemanis SPK tidak menerima sertifikasi padahal sudah mendapat sertifikat pendidik. Memang parah sekali.
Baca juga: Berharap apa pada pembelajaran geografi?
Nampaknya kata-kata itulah yang sekarang menjadi pegangan hidup paling paten dan "ultimate" dalam menjalani kehidupan.
Dalam artikel ini saya hanya akan sedikit bercerita ihwal salah satu kabar bahwa pemberian guru sekolah perjanjian koordinasi alias SPK itu akan dihapus.
Saya lalu coba cek kabar di info-berita ternyata memang sudah gaduh gak karuan. Ada salah satu sahabat saya juga yang bertanya via WA "pak sertifikasi di sekolah cair gak?".
Ternyata memang biang keroknya ialah ada cecunguk dewan perwakilan rakyat yang menjajal menzalimi rakyatnya. Jadi apa sih yang dimaksud sekolah SPK itu?
Gini aja deh mudahnya, di kota-kota besar itu sekarang kan banyak sekolah yang berlabel Cambridge, IB dan kurikulum luar. Nah sekolah yang pakai gituan itu menurut badan legislatif katanya gaji gurunya sudah tinggi jadi gak perlu sertifikasi.
Di luar sana banyak sekolah-sekolah berembel-embel SPK yang honor guru lokal itu beda dengan yang sekolah JIS tadi. Malah gaji guru luar yang kebanyakan Filipina itu mampu puluhan juta. Perbandingan kerjanya jauh banget. Mereka cuma modal bahasa Inggris doang, soal etos kerja dan pengabdian kalah kelas dari guru Indonesia.
Saya sendiri mengalami hal tersebut. Kaprikornus memang negeri kita itu benar adanya tidak menghargai bangsanya sendiri. Makara jangan harap ini bangsa akan maju.
Sebenarnya saya tidak begitu peduli sertifikasi cair atau tidak, tetapi jika berpedoman pada payung hukum UUD Guru dan Dosen maka ada hak guru yang tidak tercukupi. Negara kita berdasar hukum, maka untuk apa UU tersebut kalau dilanggar.
Gaji guru PNS + sertifikasi saja mampu lebih besar dibandingkan dengan honor guru lokal di sekolah SPK. Kalaupun memang para anggota dewan yang terhormat tidak ikhlas mengaplikasikan UU ini harusnya bilang di permulaan bahwa guru di SPK tidak akan mampu sertifikasi.
Bagi saya profesionalnya seorang guru tidak hanya diukur dari adanya akta. Kurikulum Indonesia memang masih tidak handal, buktinya masih ada sekolah-sekolah yang membeli lisensi kurikulum luar. Satu-satunya kurikulum Indonesia yang paten berdasarkan saya adalah kurikulum pendidikan pesantren. Carut marut dunia pendidikan di Indonesia memang telah kronis, belum ditambah permasalahan guru honorer yang dari dahulu tidak pernah beres-beres.
Teman aku yang ngajar di sekolah dengan label pemanis SPK tidak menerima sertifikasi padahal sudah mendapat sertifikat pendidik. Memang parah sekali.
Baca juga: Berharap apa pada pembelajaran geografi?