Pandemi Covid-19 di Indonesia kini telah berjalan 4 bulan lebih dan kondisinya justru semakin mengkhawatirkan.
Pergerakan penyebaran masih tinggi bahkan condong meningkat berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19 Nasional.
Lantas sampai kapan kita akan bergelut dengan virus ini?. Dunia pendidikan utamanya aktivitas sekolah sudah terhenti dan dampaknya sungguh terasa.
Peralihan mencar ilmu dari tatap paras ke berbasis daring memang menjadi alternatif, tapi itu tidka bisa lama-lama dan bukan suatu tujuan.
Tujuan kita yakni kembali menormalkan sekolah, bertatap tampang siswa dengan guru. Terus terang saja saya orang yang tidak begitu senang dengan kegiatan belajar secara online.
Mengapa demikian?. Karena pembelajaran daring tidak sebaik pembelajaran tatap tampang di kelas.
Menyapa siswa eksklusif, menegur siswa, mencubit siswa, berguru rame-rame, kegaduhan di kelas, kadang berkelahi, guru menegur memanggil ke ruang BK. Itu semua adalah kebahagian sejati dalam pendidikan.
Sementara belajar daring?. Hanya melihat paras di balik layar, kadang bunyi putus-putus, belum jika siswa banyak kita hanya menyaksikan kota-kota di depan monitor.
Semua sudah sangat tidak wajar , dan kita mesti berjuang secepat mungkin untuk kembali ke kondisi normal. Sungguh pandemi Covid ini menciptakan pendidikan menjadi sungguh tidak wajar .
Kecanggihan teknologi memang membantu menanggulangi keadaan darurat seperti ini, namun sekali lagi itu bukan serta merta menjadi landasan kedepan bahwa berguru terbaik ialah online.
Dampak yang lain yang terasa dari pandemi di bidang pendidikan ialah mulai maraknya pemutusan komitmen guru-guru, terutama guru swasta. Kalau guru PNS sih adem ayem, tinggal kipas-kipas alasannya adalah honor ditanggung pemerintah.
Beberapa sekolah memutuskan untuk menonaktifkan guru karena pendapatan sekolah tidak ada. Hal tersebut tentu merugikan guru dan memperbesar pengangguran gres. Beberapa sekolah di zona hijau memang diijinkan membuka sekolah namun dengan persyaratan protokol kesehatan yang "gak masuk akal ".
Bayangkan kita di kelas ngajar pakai masker, mengatakan pun pengap. Belum jarak antar siswa dibatasi, lantas mau interaksi belajar seperti apa kita?.
Sungguh dunia ini telah sangat tidak normal dan apakah ini akan berlangsung usang atau selamanya?. Kita tidak tahu, yang jelas insan merindukan kehidupan yang mirip biasa tanpa ada panik terhadap penularan virus.
Pergerakan penyebaran masih tinggi bahkan condong meningkat berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19 Nasional.
Lantas sampai kapan kita akan bergelut dengan virus ini?. Dunia pendidikan utamanya aktivitas sekolah sudah terhenti dan dampaknya sungguh terasa.
Peralihan mencar ilmu dari tatap paras ke berbasis daring memang menjadi alternatif, tapi itu tidka bisa lama-lama dan bukan suatu tujuan.
Tujuan kita yakni kembali menormalkan sekolah, bertatap tampang siswa dengan guru. Terus terang saja saya orang yang tidak begitu senang dengan kegiatan belajar secara online.
Mengapa demikian?. Karena pembelajaran daring tidak sebaik pembelajaran tatap tampang di kelas.
Menyapa siswa eksklusif, menegur siswa, mencubit siswa, berguru rame-rame, kegaduhan di kelas, kadang berkelahi, guru menegur memanggil ke ruang BK. Itu semua adalah kebahagian sejati dalam pendidikan.
Sementara belajar daring?. Hanya melihat paras di balik layar, kadang bunyi putus-putus, belum jika siswa banyak kita hanya menyaksikan kota-kota di depan monitor.
Semua sudah sangat tidak wajar , dan kita mesti berjuang secepat mungkin untuk kembali ke kondisi normal. Sungguh pandemi Covid ini menciptakan pendidikan menjadi sungguh tidak wajar .
Kecanggihan teknologi memang membantu menanggulangi keadaan darurat seperti ini, namun sekali lagi itu bukan serta merta menjadi landasan kedepan bahwa berguru terbaik ialah online.
Sekolah yang tak masuk akal |
Beberapa sekolah memutuskan untuk menonaktifkan guru karena pendapatan sekolah tidak ada. Hal tersebut tentu merugikan guru dan memperbesar pengangguran gres. Beberapa sekolah di zona hijau memang diijinkan membuka sekolah namun dengan persyaratan protokol kesehatan yang "gak masuk akal ".
Bayangkan kita di kelas ngajar pakai masker, mengatakan pun pengap. Belum jarak antar siswa dibatasi, lantas mau interaksi belajar seperti apa kita?.
Sungguh dunia ini telah sangat tidak normal dan apakah ini akan berlangsung usang atau selamanya?. Kita tidak tahu, yang jelas insan merindukan kehidupan yang mirip biasa tanpa ada panik terhadap penularan virus.