Postingan kali ini adalah resume kuliah berguru menulis online di WA Grup PGRI. Narasumber yang dihadirkan pada potensi ini yakni Farrah Dina. Decrates memberikan bahwa membaca buku sama halnya dengan berbicara dengan orang bijak di periode lalu.
Setiap orang niscaya ingin menjadi seorang penulis yang karyanya bisa diterbitkan lalu diminati pembaca. Pembaca yakni aset seorang penulis tetapi membuat pembaca kesengsem dengan karya kita yaitu sesuatu yang perlu usaha.
Mba Farrah Dina mengemukakan bahwa setidaknya kita butuh 4R jika ingin menjadi penulis hebat.
1. Renjana
Renjana dalam bahasa Indonesia adalah passion. Passion yakni sesuatu yang membuat kita kesengsem dan sesuai dengan minat. Makara jikalau kita menulis maka harus memperoleh passion kita di mana. Apakah kita suka tulisan ilmiah, fiksi, novel, perjalanan atau buku kisah anak atau apa?. Itulah peran kita yakni mengerti diri sendiri apalagi dulu.
Jika kita menulis sesuai passion maka ukiran pena akan mengalir dengan sendirinya. Contohnya jika aku ILMUGURU maka pasti akan gampang menulis bahan geografi di blog, tidak mungkin aku menulis bahan fisika pasti tidak nyambung dan miskin ilham.
2. Rutin
Rutin itu bukan hanya rutin menulis tetapi rutin membaca. Seorang penulis mahir ialah seorang pembaca yang mahir juga. Jika kita banyak membaca maka pengetahuan kita akan banyak sehingga kosakata di otak kita kian bertambah. Kaprikornus membaca adalah salah satu kunci kita menjadi penulis jago. Menulis mampu dimana saja, kapan saja dan ihwal apa saja. Luangkan waktu dalam 24 jam sehari untuk menulis.
3. Review
Saat kita menulis maka lakukanlah hingga tuntas. Setelah tuntas gres kita mereview goresan pena tersebut. Kita mampu melihat kesalahan, kekurangan atau keunggulan ukiran pena kita. Jadi bereskan dulu tulisannya gres review. Jangan hingga mereview gesekan pena yang belum selesai, mampu jadi naskah kita tidak akan beres-beres alasannya adalah terlalu banyak mengedit di tengah jalan.
4. Ruang bagi Pembaca
Kita tidak mampu menjadi penulis ahli tanpa adanya ekosistem pembaca. Makara seorang penulis harus menjalin korelasi kuat dengan pembacanya. Kita mesti terus memperbaiki tabrakan pena dan sekali-kali menciptakan ruang untuk diskusi dengan pembaca. Kita bisa menjadwalkan pelatihan, worskhop atau sejenisnya supaya pembaca mampu eksklusif berjumpa dengan penulisnya dan berdiskusi.
Setiap orang niscaya ingin menjadi seorang penulis yang karyanya bisa diterbitkan lalu diminati pembaca. Pembaca yakni aset seorang penulis tetapi membuat pembaca kesengsem dengan karya kita yaitu sesuatu yang perlu usaha.
Menulis bisa dilakukan siapa saja |
1. Renjana
Renjana dalam bahasa Indonesia adalah passion. Passion yakni sesuatu yang membuat kita kesengsem dan sesuai dengan minat. Makara jikalau kita menulis maka harus memperoleh passion kita di mana. Apakah kita suka tulisan ilmiah, fiksi, novel, perjalanan atau buku kisah anak atau apa?. Itulah peran kita yakni mengerti diri sendiri apalagi dulu.
Jika kita menulis sesuai passion maka ukiran pena akan mengalir dengan sendirinya. Contohnya jika aku ILMUGURU maka pasti akan gampang menulis bahan geografi di blog, tidak mungkin aku menulis bahan fisika pasti tidak nyambung dan miskin ilham.
2. Rutin
Rutin itu bukan hanya rutin menulis tetapi rutin membaca. Seorang penulis mahir ialah seorang pembaca yang mahir juga. Jika kita banyak membaca maka pengetahuan kita akan banyak sehingga kosakata di otak kita kian bertambah. Kaprikornus membaca adalah salah satu kunci kita menjadi penulis jago. Menulis mampu dimana saja, kapan saja dan ihwal apa saja. Luangkan waktu dalam 24 jam sehari untuk menulis.
3. Review
Saat kita menulis maka lakukanlah hingga tuntas. Setelah tuntas gres kita mereview goresan pena tersebut. Kita mampu melihat kesalahan, kekurangan atau keunggulan ukiran pena kita. Jadi bereskan dulu tulisannya gres review. Jangan hingga mereview gesekan pena yang belum selesai, mampu jadi naskah kita tidak akan beres-beres alasannya adalah terlalu banyak mengedit di tengah jalan.
4. Ruang bagi Pembaca
Kita tidak mampu menjadi penulis ahli tanpa adanya ekosistem pembaca. Makara seorang penulis harus menjalin korelasi kuat dengan pembacanya. Kita mesti terus memperbaiki tabrakan pena dan sekali-kali menciptakan ruang untuk diskusi dengan pembaca. Kita bisa menjadwalkan pelatihan, worskhop atau sejenisnya supaya pembaca mampu eksklusif berjumpa dengan penulisnya dan berdiskusi.