Banjir lagi-lagi terjadi di ibukota dan sekitarnya, kali ini pas di permulaan mula tahun 2020.
Jika tahun 2018 final dulu ada tsunami yang melanda Anyer maka tahun ini pun ada fenomena bencana alam yang melanda negeri ini. Lalu ada apa bantu-membantu dengan Indonesia ini?.
Banjir intinya yakni fenomena biasa yang mampu terjadi di daerah manapun di dunia. Bahkan kota sekelas Paris, Venesia pun dilanda banjir.
Nah yang paling heboh dari banjir di Indonesia yaitu fenomena sehabis banjir itu sendiri yaitu gelombang nynyir bermotif dendam kesumat.
Saya sudah prediksi bahwa akan terjadi seperti ini. Lalu aku mau ulas mana dulu nih?. Saya ulas geografi dahulu deh, tetapi singkat aja biar netizen paham. Kalau mau lengkapnya banyak jurnal ilmiah ihwal lika-liku banjir Jakarta.
Geografi Jabodetabek
Perlu dikenang bahwa banjir bandang permulaan tahun 2020 ini terjadi bukan hanya di Jabodetabek namun di Banten dan Jawa Barat bahkan di luar Jawa juga terjadi. Namun itulah Jawa seperti menjadi sentral nya Indonesia.
Wilayah Ibukota kita ini secara geografi terletak di kawasan dataran rendah aluvial dan dialiri oleh belasan sungai yang berhulu di kawasan Puncak dan sekitarnya. Ini artinya secara alami saja daerah Jakarta dan sekitarnya itu rawan banjir.
Saya pernah baca salah satu artikel perihal sejarah Jakarta dari jaman kerajaan Tarumanegara kalau gak salah. Raja Tarumanegara abad itu telah memerintahkan rakyatnya untuk mengantisipasi banjir dengan membangun terusan dari hulu ke hilir. Jadi udah dari jaman kerajaan juga dicoba guys untuk mengurangi.
Nah lanjut ke periode VOC, gubernur jenderal Belanda selama memerintah Batavia gak ada satu pun yang mampu menyelesaikan banjir Jakarta. Mata-mata Amerika dahulu pernah ngasih proposal ke VOC biar tidak memindahkan pemerintahan dari Ambon ke Batavia alasannya akan menyusahkan gubernur selanjutnya terkait banjir ini.
Jadi VOC udah sadar bahwa keadaan Batavia itu geografinya kompleks, beda dengan di Belanda sekalipun Amsterdam berada di bawah level permukaan laut. Tapi Jakarta lain lagi alasannya mempunyai hulu sungai yang beragam dan beresiko hujan ekstrem.
Jadi singkatnya Belanda masa itu membangun banjir terusan barat, nah periode Sutiyoso ditambah bangkit saluran timur untuk merekayasa fatwa. Makara kunci utama yakni merekayasa limpasan dari belasan sungai semoga tidak sampai ke pemukiman.
Menurut Bang Yos, hal ini cuma mampu dilaksanakan bila desain megapolitan dikerjakan alasannya adalah Jabodetabek gak bisa tertuntaskan dengan ego sektoral masing-masing. Kaya kini tiap pemimpin kawasan sok punya ilham sendiri kesudahannya runyem.
Jadi secara natural emang Jabodetabek ialah kawasan floodplain dan pasti banjir ketika penghujan. Ada 3 tipe banjir Jakarta yakni banjir rob alasannya adalah pasang laut, banjir lokal karena hujan didaerah tersebut dan yang paling menyeramkan ialah banjir bandang kiriman mirip awal tahun 2020. Banjir kiriman ini yang perlu penanganan lintas sektoral dan tampaknya pemerintah sentra yang perlu tegas menertibkan semua ini.
Lalu partisipasi apa yang wajib kita kerjakan?. Simple aja bahu-membahu mirip buang sampah jangan sembarang pilih, bangkit selokan yang cantik di rumah, tanam pohon disekitar rumah. Tapi sepertinya jikalau soal sampah kita masih primitif, liat saja sampah berantakan dimana-mana di sudut kota. Jadi kalau netizen mesa meso dikala banjir sama aja ngeludahin paras sendiri. Tapi namanya orang kita ini kan sifatnya watados alias paras tanpa dosa jadi nampaknya susah dirubah sifatnya. Orang korupsi aja gak malu apalagi cuma buang sampah sembarang pilih,,wkwkkw.
Dendam Politik Cebong Kampret
Nah sekarang lanjur ke serpihan paling seru pastinya soal dendam cebong dan kampret. Kaprikornus banjir itu biasa-umumaja, nah yang lebih hebat yaitu banjir banyabicara dua kubu yang panas sejak 2017. Mungkin orang kita masih teringat judul film Dendam Nyi Blorong, Dendam Nyi Roro Kidul dan yang lain jadi terbawa ke kehidupan kasatmata.
Lihatlah setelah banjir terjadi langsung muncul postingan ada yang nyinyir pernyataan gubernur, presiden, ada yang membuathoax, ada yang nyalah-nyalahin dan wah banyak lagi deh. Saya pikir fenomena sosial seperti ini mencerminkan bangsa kita tengah mengalami dekadensi tabiat dan lebih memilih menjadi bangsa pendendam ketimbang pencari solusi.
Ada yang bandingin Jakarta ma Amsterdam lah (wawasan geografinya cetek ini), ada yang posting banjir Jepang bersih, ada gosip menteri anu nyalahin gubernur lah, ada berita presiden sidak bendungan lah dan macem-macem. Semuanya yaitu omong kosong gak ada gunanya.
Fenomena ini mulai terjadi sangat intens sejak masalah Ahok hingga kini. Makara saat ini ada dua kutub ekstrim kanan dan kiri yang terus saling ejek tiap hari. Tapi lezat banget ya Pa Gubernur, Ahok atau Presiden dosanya menyusut terus karena dijulid rakyatnya sendiri.
Dendam itu yakni sifat setan dan memang sudah niscaya banjir Jabodetabek tidak akan ada penyelesaian sampai kiamat pun bila perilaku masyarakatnya tidak insaf ceriwis dan bermaksiat lingkungan. Pemimpin pun mesti introspeksi dalam mengambil kebijakan semoga masalah besar ini bisa tuntas.
Tanpa sadar kita terus bermaksiat lingkungan dimana-mana. Coba dari jaman orba misalnya, kenapa gubernur dulu biarkan orang urban bangkit rumah di bantaran sungai?. Sekarang kan sulit mau digusur, alibinya kan udah diijinkan dari dulu juga!. Makara rakyat dan pemimpin nya pun sama-sama kolot.
Ini bukan soal kasihan atau tidak kasihan tetapi lebih kasihan lagi jikalau peristiwa terjadi kan?. Harta benda hilang bahkan nyawa juga. Itu semua sebab kita sendiri yang bermaksiat kepada lingkungan.
Saya sendiri pernah liat ke mesjid ada acara tablig akbar kemudian udah beres, sampah berantakan di depan mesjid. Helo, apa gunanya tausiyah di mesjid bila sikap tetap gak berubah?. Saya sendiri muslim dan jengkel lihat hal seperti ini. Simple tapi inilah peradaban kita yang mesti direnungkan.
Kaprikornus balik lagi ke dendam politik dikala banjir yang makin panas. Pola seperti ini harus distop dan dihentikan ada lagi bermunculan thread berita atau medsos yang mempertentangkan pemimpin sekarang atau sebelumnya.
Yakin gak bakalan beres hingga akhir zaman juga, bahkan Tuhan pun mungkin telah murka menyaksikan kelakukan bangsa ini yang ribut terus soal politik dan kekuasaan.
Dalam Quran pun sudah ditulis bahwa "telah nampak kerusakan di bumi alasannya adalah ulah insan itu sendiri". Kaprikornus banjir itu kata Tuhan alasannya adalah kita sendiri. Lingkaran dendam ini kalau tidak dihapus mampu jadi Tuhan akan berikan peristiwa yang lebih besar dikemudian hari. Nauzubillah.
Jika tahun 2018 final dulu ada tsunami yang melanda Anyer maka tahun ini pun ada fenomena bencana alam yang melanda negeri ini. Lalu ada apa bantu-membantu dengan Indonesia ini?.
Banjir intinya yakni fenomena biasa yang mampu terjadi di daerah manapun di dunia. Bahkan kota sekelas Paris, Venesia pun dilanda banjir.
Nah yang paling heboh dari banjir di Indonesia yaitu fenomena sehabis banjir itu sendiri yaitu gelombang nynyir bermotif dendam kesumat.
Saya sudah prediksi bahwa akan terjadi seperti ini. Lalu aku mau ulas mana dulu nih?. Saya ulas geografi dahulu deh, tetapi singkat aja biar netizen paham. Kalau mau lengkapnya banyak jurnal ilmiah ihwal lika-liku banjir Jakarta.
Geografi Jabodetabek
Perlu dikenang bahwa banjir bandang permulaan tahun 2020 ini terjadi bukan hanya di Jabodetabek namun di Banten dan Jawa Barat bahkan di luar Jawa juga terjadi. Namun itulah Jawa seperti menjadi sentral nya Indonesia.
Wilayah Ibukota kita ini secara geografi terletak di kawasan dataran rendah aluvial dan dialiri oleh belasan sungai yang berhulu di kawasan Puncak dan sekitarnya. Ini artinya secara alami saja daerah Jakarta dan sekitarnya itu rawan banjir.
Saya pernah baca salah satu artikel perihal sejarah Jakarta dari jaman kerajaan Tarumanegara kalau gak salah. Raja Tarumanegara abad itu telah memerintahkan rakyatnya untuk mengantisipasi banjir dengan membangun terusan dari hulu ke hilir. Jadi udah dari jaman kerajaan juga dicoba guys untuk mengurangi.
Nah lanjut ke periode VOC, gubernur jenderal Belanda selama memerintah Batavia gak ada satu pun yang mampu menyelesaikan banjir Jakarta. Mata-mata Amerika dahulu pernah ngasih proposal ke VOC biar tidak memindahkan pemerintahan dari Ambon ke Batavia alasannya akan menyusahkan gubernur selanjutnya terkait banjir ini.
Jadi VOC udah sadar bahwa keadaan Batavia itu geografinya kompleks, beda dengan di Belanda sekalipun Amsterdam berada di bawah level permukaan laut. Tapi Jakarta lain lagi alasannya mempunyai hulu sungai yang beragam dan beresiko hujan ekstrem.
Jadi singkatnya Belanda masa itu membangun banjir terusan barat, nah periode Sutiyoso ditambah bangkit saluran timur untuk merekayasa fatwa. Makara kunci utama yakni merekayasa limpasan dari belasan sungai semoga tidak sampai ke pemukiman.
Menurut Bang Yos, hal ini cuma mampu dilaksanakan bila desain megapolitan dikerjakan alasannya adalah Jabodetabek gak bisa tertuntaskan dengan ego sektoral masing-masing. Kaya kini tiap pemimpin kawasan sok punya ilham sendiri kesudahannya runyem.
Jadi secara natural emang Jabodetabek ialah kawasan floodplain dan pasti banjir ketika penghujan. Ada 3 tipe banjir Jakarta yakni banjir rob alasannya adalah pasang laut, banjir lokal karena hujan didaerah tersebut dan yang paling menyeramkan ialah banjir bandang kiriman mirip awal tahun 2020. Banjir kiriman ini yang perlu penanganan lintas sektoral dan tampaknya pemerintah sentra yang perlu tegas menertibkan semua ini.
Lalu partisipasi apa yang wajib kita kerjakan?. Simple aja bahu-membahu mirip buang sampah jangan sembarang pilih, bangkit selokan yang cantik di rumah, tanam pohon disekitar rumah. Tapi sepertinya jikalau soal sampah kita masih primitif, liat saja sampah berantakan dimana-mana di sudut kota. Jadi kalau netizen mesa meso dikala banjir sama aja ngeludahin paras sendiri. Tapi namanya orang kita ini kan sifatnya watados alias paras tanpa dosa jadi nampaknya susah dirubah sifatnya. Orang korupsi aja gak malu apalagi cuma buang sampah sembarang pilih,,wkwkkw.
Banjir Jakarta Tidak Akan Terselesaikan Jika |
Nah sekarang lanjur ke serpihan paling seru pastinya soal dendam cebong dan kampret. Kaprikornus banjir itu biasa-umumaja, nah yang lebih hebat yaitu banjir banyabicara dua kubu yang panas sejak 2017. Mungkin orang kita masih teringat judul film Dendam Nyi Blorong, Dendam Nyi Roro Kidul dan yang lain jadi terbawa ke kehidupan kasatmata.
Lihatlah setelah banjir terjadi langsung muncul postingan ada yang nyinyir pernyataan gubernur, presiden, ada yang membuathoax, ada yang nyalah-nyalahin dan wah banyak lagi deh. Saya pikir fenomena sosial seperti ini mencerminkan bangsa kita tengah mengalami dekadensi tabiat dan lebih memilih menjadi bangsa pendendam ketimbang pencari solusi.
Ada yang bandingin Jakarta ma Amsterdam lah (wawasan geografinya cetek ini), ada yang posting banjir Jepang bersih, ada gosip menteri anu nyalahin gubernur lah, ada berita presiden sidak bendungan lah dan macem-macem. Semuanya yaitu omong kosong gak ada gunanya.
Fenomena ini mulai terjadi sangat intens sejak masalah Ahok hingga kini. Makara saat ini ada dua kutub ekstrim kanan dan kiri yang terus saling ejek tiap hari. Tapi lezat banget ya Pa Gubernur, Ahok atau Presiden dosanya menyusut terus karena dijulid rakyatnya sendiri.
Dendam itu yakni sifat setan dan memang sudah niscaya banjir Jabodetabek tidak akan ada penyelesaian sampai kiamat pun bila perilaku masyarakatnya tidak insaf ceriwis dan bermaksiat lingkungan. Pemimpin pun mesti introspeksi dalam mengambil kebijakan semoga masalah besar ini bisa tuntas.
Tanpa sadar kita terus bermaksiat lingkungan dimana-mana. Coba dari jaman orba misalnya, kenapa gubernur dulu biarkan orang urban bangkit rumah di bantaran sungai?. Sekarang kan sulit mau digusur, alibinya kan udah diijinkan dari dulu juga!. Makara rakyat dan pemimpin nya pun sama-sama kolot.
Ini bukan soal kasihan atau tidak kasihan tetapi lebih kasihan lagi jikalau peristiwa terjadi kan?. Harta benda hilang bahkan nyawa juga. Itu semua sebab kita sendiri yang bermaksiat kepada lingkungan.
Saya sendiri pernah liat ke mesjid ada acara tablig akbar kemudian udah beres, sampah berantakan di depan mesjid. Helo, apa gunanya tausiyah di mesjid bila sikap tetap gak berubah?. Saya sendiri muslim dan jengkel lihat hal seperti ini. Simple tapi inilah peradaban kita yang mesti direnungkan.
Kaprikornus balik lagi ke dendam politik dikala banjir yang makin panas. Pola seperti ini harus distop dan dihentikan ada lagi bermunculan thread berita atau medsos yang mempertentangkan pemimpin sekarang atau sebelumnya.
Yakin gak bakalan beres hingga akhir zaman juga, bahkan Tuhan pun mungkin telah murka menyaksikan kelakukan bangsa ini yang ribut terus soal politik dan kekuasaan.
Dalam Quran pun sudah ditulis bahwa "telah nampak kerusakan di bumi alasannya adalah ulah insan itu sendiri". Kaprikornus banjir itu kata Tuhan alasannya adalah kita sendiri. Lingkaran dendam ini kalau tidak dihapus mampu jadi Tuhan akan berikan peristiwa yang lebih besar dikemudian hari. Nauzubillah.