Blogger Jateng

Materi PPG Daljab: Karakter Pembelajaran Abad 21

Program pendidikan profesi guru dalam jabatan sudah dimulai bertahun-tahun kemudian hingga kini. 

Ada beberapa materi yang wajib dikuasai oleh guru supaya menemukan sertifikat profesi. Kali ini saya bagikan materi PPPG Daljab tentang karakteristik pembelajaran kala 21. Selamat membaca dan jangan lupa share dan like blognya.
Materi: Karakteristik Pembelajaran Abad 21 Dalam pandangan paradigma positivistik penduduk meningkat secara linier seiring dengan pertumbuhan peradaban insan itu sendiri yang ditopang oleh pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Secara berturut-turut penduduk berkembang dari penduduk primitif, penduduk agraris, masyarakat industri, dan lalu pada perkembangan lanjut menjadi penduduk informasi. 
Situasi kurun 21 acap kali diidentikan dengan penduduk info tersebut, yang ditandai oleh hadirnya fenomena masyarakat digital. 

Meneruskan pertumbuhan masyarakat industri generasi pertama, sekarang ini, masa 21 dan masa mendatang, muncul apa yang disebut sebagai revolusi industri 4.0. Istilah industri 4.0 pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011 yang ditandai revolusi digital. 
Revolusi industri gelombang keempat, yang jugadisebut industri 4.0, sekarang sudah tiba. Industry 4.0 ialah tren modern teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses buatan pada sektor manufaktur. 

Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan produksi (artificial intelligent), perdagangan elektro, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi menyebarkan, sampai penggunaan robot. 
Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013), mencatat, sebelumnya sudah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). 

Kedua, inovasi listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870- 1900). Ketiga, inovasi komputer, internet, dan telepon genggam (1960-hingga kini). 
Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 lewat kehadiran teknologi berita dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari A. Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1).
Indonesia yang merupakan belahan dari penduduk global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah sejak kurun Orde Baru. 


Akan namun pada kenyataannya kondisi penduduk Indonesia tidak sama dengan pertumbuhan pada masyarakat Barat yang pernah mengalami masa pencerahan dan masyarakat industri. 
Perkembangan penduduk Indonesia faktanya tidak secara linier, namun lebih berjalan secara pararel. 

Artinya, ada masyarakat yang hingga fase perkembangannya sekarang masih menawarkan masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang telah memberikan karakter selaku masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang telah masuk dalam kala digital. 

Semuanya pembagian terstruktur mengenai aksara penduduk tersebut faktanya berkembang tidak secara linier, tetapi berlangsung secara pararel.
Oleh karena itu, meskipun kurun digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga penduduk yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa kawasan blank spot. 

Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap pertumbuhan pelayanan pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan siswanya, meskipun sudah berada dalam kurun 21. 

Sekolah, guru, dan siswa di kawasan perkotaan memang telah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk tempat pedesaan masih ada juga yang belum terambah oleh kemudahan internet, dan bahkan ada pula daerah yang serupa sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi.
Akan tetapi pada masa 21 kini ini penduduk Indonesia memang sudah menjadi potongan tidak terpisahkan dengan kurun digital. 

Karena itu apa pun mesti menyesuaikan dengan kedatangan kala gres berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi belahan dari masa digital kini ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif.
Menurut Manuel Castell kedatangan penduduk informasional itu ditandai dengan lima karateristik dasar: Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan isu. 


Kedua, lantaran keterangan yakni bagian dari seluruh program manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. 

Ketiga, semua metode yang menggunakan teknologi berita didefinisikan oleh ‘logika jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi sebuah varietas luas proses-proses dan organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi gres sungguh fleksibel, memungkinkan mereka beradaptasi dan berganti secara terus-menerus. 
Akhirnya, teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan info sedang bergabung menjadi suatu tata cara yang sungguh terintegrasi (dalam Ritzer, 2012: 969). Menurut Castell bergotong-royong telah semenjak dekade 1980-an muncul apa yang beliau sebut selaku ekonomi informasional global gres yang kian menguntungkan. 
Perkembangan peradaban manusia
“Ia informasional alasannya produktivitas dan daya saing unit-unit atau agen-biro di dalam ekonomi ini (entah itu firma-firma, region-region, atau kawasan-wilayah) yang tergantung secara mendasar pada kapsitas mereka untuk menciptakan, memproses, dan menerapkan secara efisien informasi berbasis pengetahuan (Castell, 1996: 66). 

Ia global karena beliau mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebagai sebuah unit di dalam waktu konkret pada suatu skala planeter” (Castell, 1996: 92). Hal itu dimungkinkan untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi isu dan komunikasi yang baru.
Meneruskan rancangan ruang mengalir itu, lalu Scott Lash menganalisis kedatangan penduduk informasional itu secara lebih mendalam, rincian, dan mutakhir.


Sama seperti Castells, Lash setuju dengan kedatangan dunia baru, yakni penduduk informasional yang walaupun ialah kelanjutan dari kapitalisme usang, tetapi memiliki banyak sekali karakter yang berlainan. 

Dengan pendekatan kritis, Lash menganalisis kapitalisme informasional dengan berupaya memperluasnya terkait dengan filsafat, teori sosiologi, teori kebudayaan, baik klasik maupun kekinian.
Dalam bukunya Critique of Information (2002), Lash memului dengan sejumlah pertanyaan mendasar, bagaimana ilmu sosial kritis, teori kritik atau kritik bisa dimungkinkan dalam penduduk informasi? 


Apa yang terjadi dalam sebuah kurun di dikala kekuasaan tidak lagi sebuah ideologi sebagaimana abad kala sembilanbelas, namun kini kekuasaan adalah suatu informasional dalam arti luas?
Ketika masa sebelumnya ideologi diperluas oleh ruang dan waktu, mengklaim universalitas, dan berupa ‘metanaratif’, merupakan tata cara dogma, dan menyempatkan waktu untuk refleksi; namun sekarang masa informasional, ketika keterangan itu berada dalam kemampatan ruang dan waktu, tidak mengklaim universal, dan sekadar titik, sinyal, dan bahkan sekadar insiden dalam waktu.
Berlangsung sungguh cepat, sekilas, hidup dalam periode keterangan hampir tidak ada waktu untuk refleksi. Makara di dikala ilmu sosial kritik hidup dan berkembang dalam kurun ideologi kritik, apa yang terjadi sewaktu ilmu sosial kritik hidup dalam era informasinal kritik? Dapatkah pemikiran kritis beroperasi dalam era gosip?
Meskipun Lash adakalanya merujuk pada Castells, tetapi dalam mendefinisikan keterangan sedikit berlainan. Ia mengaku: “aku akan mengetahui penduduk informasi bertentangan dengan apa yang dirumuskan oleh Bell (1973), Touraine (1974), dan Castells (1996) yang fokus pada mutu huruf utama informasi itu sendiri. 

Tetapi Menurut Lash keterangan harus diketahui secara tajam dalam kontradiksinya dengan lainnya, klasifikasi sosiokultural awal, adalah selaku monumen naratif dan tentang (discourse) atau institusi. Karakter utama keterangan yakni ajaran, tak melekat, kemampatan spasial, kemampatan temporal, relasi- kekerabatan real-time. 
Informasi tidaklah secara eksklusif, namun sebagian besar, dalam kaitan ini bahwa kita hidup dalam kala informasi. Sebagian orang menyebut kita hidup dalam jaman modern lanjut (Giddens, 1990), sementara yang lain menyebutnya selaku jaman postmodern (Harvey, 1989), tetapi desain tersebut menurut Lash juga tidak berbentuk. Informasi tidak.
Lash mengetahui penduduk informasi berlainan dengan apa yang sering dirumuskan oleh kelompok sosiolog. Masyarakat keterangan sering diketahui dalam istilah produksi wawasan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan dibuat . 


Kunci untuk mengerti ini ialah apa yang diproduksi dalam produksi informasi bukanlah barang-barang dan layanan kekayaan informasi, namun lebih kurang yaitu bagian keterangan di luar kontrol. Produksi informasi meliputi khususnya adalah pentinggnya kemampatan.
Sebagaimana diktum McLuhan medium adalah pesan dalam pengertian bahwa media ialah peradigma medium kurun isu. Hanya saja jikalau dahulu medium secara umum dikuasai yaitu naratif, lirik puisi, ihwal, dan lukisan. 

Tetapi kini pesan itu yakni pesan atau ‘komunikasi.’ media kini lebih seperti pecahan-serpihan. Media telah dimampatkan. Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis, komunikasiah yang membuat keterangan menjadi dinamik, berpengaruh, dan sumber energi. 
Mirip dengan Habermas, Lash percaya bahwa komunikasi itulah yang sekarang sudah menjadi basis kehidupan sosial kontemporer, sebab itu dia menyebabkan komunikasi sebagai unit dasar analisisnya, dan bukan informasi. 

Lash kemudian melangkah lebih jauh dengan meningkatkan desain di seputar informasi perkembangan ICT. 
Ketika ICT itu sendiri sering ditempatkan sebagai entitas tersendiri yang berlawanan dengan huruf- aksara masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada bikinan industrial, maka Lash menjelaskan bahwa dalam pembagian terstruktur mengenai kala ICT itu sendiri telah berkembang dengan huruf yang berlainan. Oleh alasannya adalah itu ia menyampaikan bahwa telah terjadi dua generasi dalam kemajuan ICT.
Generasi pertama kemajuan ICT secara fundamental yakni informasional, dengan sektor kuncinya ialah semikonduktor, sofware (tata cara operasi dan aplikasi), dan komputer. 


Akan tetapi generasi kedua, ekonomi gres yakni komunikasional, lantaran itu sentralitasnya yaitu internet dan sektor jaringan. Itulah sebabnya berdasarkan Lash, Cisco Systems, yang membuat sarana jalan, selaku ‘pipa’ komunikasi internet, yang menjadi kapitalisme pasar lebih tinggi daripada ‘informational’ Microsoft. 
Inilah yang dikenali sebagai pasangnya media baru (new media). Dalam pada itu konten dan komunikasi adalah sepenting isyarat, bukan berbasis pada sektor isyarat keterangan. 

Jika ICT generasi pertama sungguh bersahabat memiliki masalah dengan Lembah Silokan California, maka ICT generasi kedua bukan persoalan segar, higienis, dan semi desa Lembah Silokan, namun berurusan dengan kotor, urban ‘silicon allys’. 

Silicon allys telah menjadi multimedia gres mirip CD-ROMs, permainan komputer (Allen, Scott, 2000). Mereka adalah multimedia konvergensi teknologi keterangan dengan media.
Sikap Lash kepada topik diskusi tersebut tetap memastikan bahwa unit dasar analisisnya adalah kmunikasi. Komunikasi yakni pertanyaan soal kultur jarak jauh. 


Dalam masyarakat industri dahulu relasi-relasi sosial diletakan pada sebuah daerah dengan prinsip kedekatan, dan korelasi sosial pada dikala yang serupa sekaligus yakni ikatan sosial. Akan tetapi kini, dalam abad informasional, hubungan sosial dipindahkan oleh komunikasi. 
Komunikasi ialah intens, dalam durasi pendek. Komunikasi memecah naratif menjadi pesan pendek/ringkas. 

Jika relasi sosial lama menempatkan daerah dengan prinsip kedekatan, ikatan komunikasional yaitu meletakan tempat pada jarak jauh. Kaprikornus, komunikasi adalah ihwal kebudayaan, bukan kedekatan, ialah kebudayaan jarak jauh. 

Culture at-a-distance mencakup baik komunikasi yang datang dari jauh maupun orang tiba dari jauh supaya berjumpa secara tatap paras (Boden and Molotch, 1994). Intensitas, keringkasan, dan absensi kontinyuitas naratif adalah prinsip tata kelolanya (Simmel, 1971; Sennett, 1998).
Suatu komunikasi dan pedoman diletakan pada panggung pusat, ketimbang aturan sosial dan forum/struktur. Sosiologi berargumen lebih progresif lagi, yaitu bahwa kini ini secara biasa telah muncul fenomena mediologi. 


Oleh alasannya adalah itu kini ini diberbagai universitas ternama di dunia telah mengenalkan dan mengajarkan tentang sosiologi media. Khususnya sekarang ini telah muncul apa yang dikenal selaku nalar mediologi. Mediologi akan mengharuskan melaksanakan pekerjaan dengan logika media dan komunikasi. 
Jika sosiologi Durkheimian mengenalkan rancangan anomie, untuk pertanda perubahan dari feodalisme ke kapitalisme pabrik, kini mediologi, mengatakan anomie postindustri pemikiran-pedoman. 

Sosiologi baiklah dengan re-teritorialisasi sosial, institusi modern, dan struktur penduduk industri. Mediologi mengatakan re-teritorialisasi penduduk jaringan yang tiba dari pengerasan ajaran-fatwa. 

Maka pada ketika yang serupa sekarang muncul fenomena ekonomi tanda dan ruang.

Begitulah, berdasarkan Lash, dalam penduduk kapitalisme lanjut, komunikasi adalah kunci, pergeseran dari nalar struktur ke logika arus yang dimungkinkan oleh jangkauan hubungan yang dibawa oleh outsorcing pada umumnya. 


Dan outsorcing ini adalah re-teritorialisasi, misalnya perusahaan-perusahaan menjadi lebih mampu dilakukan di rumah tangga. Bahkan kemudian ada perusahaan mengizinkan kerja lembur per ahad di rumah, jadi tidak tergantung pada kawasan atau ruang pabrik.
Kaprikornus sekarang ini di jaman tata info dan komunikasi global, semuanya serba outsorcing baik kerja di perusahaan firma, keluarga, negara, dan bahkan juga pada bidang seni. Karena itu mampu juga refleksivitas di outsourced, dan di eksternalisasi. 

Sekarang ini juga ada pergeseran dari akumulasi ke sirkulasi. Namun demikian juga timbul apa yang disebut selaku hegemoni sirkulasi di mana sirkulasi modal uang dipisahkan dari kepingan akumulasi modal.