Kebahagiaan, siapa yang tidak senang dengan kata tersebut. Setiap manusia niscaya mengharapkan hidupnya bahagia di dunia dan di akhirat.
Namun apakah semua manusia mengenali makna dari kebahagiaan itu sendiri?. Nabi Muhammad SAW bersabda "orang yang mampu tidur nyenyak d peraduannya, badannya sehat, punya makanan untuk hari itu, mirip ia sudah mendapatkan dunia dan segala kenikmatannya". (HR. Tirmidzi).
Sabda diatas itu memiliki arti kalau kebutuhan makan, kawasan tinggal dan keamanan telah terpenuhi maka anda sudah menerima kebahagiaan sempurna.
Tapi kebanyakan orang tidak menyadari, ditinya tidak pernah mersakan kebahagiaan dan kebaikan itu. Manusia sibuk menilai dan membandingkan dirinya dengan orang lain.
Mengapa aku belum punya mobil, mengapa orang lain mampu bisa honor puluhan juta, mengapa orang lain mampu liburan ke luar negeri dan yang lain?. Ini yakni hal yang melampaui batas kebahagiaan.
Lebih terperinci lagi, Allah SWT berfirman "Dan telah Aku sempurnakan lezat-Ku kepadamu," (Qs. Al Maidah: 3). Mungkin kita mengajukan pertanyaan, nikmat apa yang sudah disempurnakan Allah dan Rasulnya?.
Apakah lezat itu materi, lezat sandang pangan berlebih, harta, istana, emas atau apa?. Tentu saja bukan nikmat itu semua. Sebab Rasul sendiri tidak pernah mempunyai itu semua.
Rasul tinggal di rumah sungguh sederhana, yang dibentuk dari tanah liata, berlantai tanah dan beratap pelepah kurma. Nabi SAW juga pernah mengikat perut dengan watu untuk menahan lapar.
Tak cuma itu, dia juga pernah tidur beralas pelepah kurma sampai meninggalkan bekas di pipi. Nabi juga pernah menggadaikan baju perangnya terhadap orang Yahudi untuk mendapkan 30 'sha gandum.
Nabi SAW juga pernah berkeliling selama 3 hari mencari makan untuk sekedar mendapat kurma kering.
Lalu hari ini kita bagaimana?. Kebahagiaan selalu dilihat dari bahan padahal darul baka yakni tempat kita kembali dan dunia ini akan kita tinggalnya dengan sekejap.
"Maka hari selesai itu lebih baik bagimu dari pemulaan. Dan kelas Tuhan-mu pasti menawarkan karunia-Nya kepadamu lalu (hati) kau menjadi puas". (QS. Dhuha 4-5).
Makara kebahagiaan itu pada dasarnya bersumber dari hati dan fikiran. Banyak sekali insan yang punya harta namun ternyata beliau punya sakit kronis dan tidak bisa apa-apa. Uang tidak bisa lagi mengobati penyakitnya.
Namun ada orang yang tidak memiliki bahan tetapi dia tetap sehat, bisa beraktifitas, beribadah dan yang lain. Inilah sejatinya kebahagiaan, adalah bisa beribadah terhadap Allah dan sesama insan.
Janganlah kita terlena dengan kehidupan dunia alasannya kehidupan ini ialah fana dan tipuan belaka. Mari kita ciptakan kebahagiaan mulai dari hati, pikiran dan jiwa semoga hidup kita damai dan selalu dilindungi Allah SWT.
Namun apakah semua manusia mengenali makna dari kebahagiaan itu sendiri?. Nabi Muhammad SAW bersabda "orang yang mampu tidur nyenyak d peraduannya, badannya sehat, punya makanan untuk hari itu, mirip ia sudah mendapatkan dunia dan segala kenikmatannya". (HR. Tirmidzi).
Sabda diatas itu memiliki arti kalau kebutuhan makan, kawasan tinggal dan keamanan telah terpenuhi maka anda sudah menerima kebahagiaan sempurna.
Tapi kebanyakan orang tidak menyadari, ditinya tidak pernah mersakan kebahagiaan dan kebaikan itu. Manusia sibuk menilai dan membandingkan dirinya dengan orang lain.
Mengapa aku belum punya mobil, mengapa orang lain mampu bisa honor puluhan juta, mengapa orang lain mampu liburan ke luar negeri dan yang lain?. Ini yakni hal yang melampaui batas kebahagiaan.
Lebih terperinci lagi, Allah SWT berfirman "Dan telah Aku sempurnakan lezat-Ku kepadamu," (Qs. Al Maidah: 3). Mungkin kita mengajukan pertanyaan, nikmat apa yang sudah disempurnakan Allah dan Rasulnya?.
Apakah lezat itu materi, lezat sandang pangan berlebih, harta, istana, emas atau apa?. Tentu saja bukan nikmat itu semua. Sebab Rasul sendiri tidak pernah mempunyai itu semua.
Rasul tinggal di rumah sungguh sederhana, yang dibentuk dari tanah liata, berlantai tanah dan beratap pelepah kurma. Nabi SAW juga pernah mengikat perut dengan watu untuk menahan lapar.
Tak cuma itu, dia juga pernah tidur beralas pelepah kurma sampai meninggalkan bekas di pipi. Nabi juga pernah menggadaikan baju perangnya terhadap orang Yahudi untuk mendapkan 30 'sha gandum.
Nabi SAW juga pernah berkeliling selama 3 hari mencari makan untuk sekedar mendapat kurma kering.
Lalu hari ini kita bagaimana?. Kebahagiaan selalu dilihat dari bahan padahal darul baka yakni tempat kita kembali dan dunia ini akan kita tinggalnya dengan sekejap.
"Maka hari selesai itu lebih baik bagimu dari pemulaan. Dan kelas Tuhan-mu pasti menawarkan karunia-Nya kepadamu lalu (hati) kau menjadi puas". (QS. Dhuha 4-5).
Makara kebahagiaan itu pada dasarnya bersumber dari hati dan fikiran. Banyak sekali insan yang punya harta namun ternyata beliau punya sakit kronis dan tidak bisa apa-apa. Uang tidak bisa lagi mengobati penyakitnya.
Namun ada orang yang tidak memiliki bahan tetapi dia tetap sehat, bisa beraktifitas, beribadah dan yang lain. Inilah sejatinya kebahagiaan, adalah bisa beribadah terhadap Allah dan sesama insan.
Janganlah kita terlena dengan kehidupan dunia alasannya kehidupan ini ialah fana dan tipuan belaka. Mari kita ciptakan kebahagiaan mulai dari hati, pikiran dan jiwa semoga hidup kita damai dan selalu dilindungi Allah SWT.