Pembangunan terus bertambah di berbagai wilayah permukaan bumi tak terkecuali Indonesia. Akan tetapi pembangunan tidak selamanya menghasilkan efek positif di negara meningkat .
Kali ini akan dibahas sedikit tentang desain trickle down effect dalam pembangunan wilayah. Modernisasi pedesaan ketika ini mempunyai pengaruh negatif yang cukup terlihat terperinci.
Kota tak bisa membangun pedesaan disekitarnya, bahkan mengembangkan keterbelakangan karena korelasi hanya berjalan satu arah, padahal untuk mengembangkan level kehidupan di desa perlu hubungan dua arah.
Dilihat dari segi budaya, manusia kota itu menempati kawasan pinggiran. Menurut Stonequist, orang kota ini secara kultural tak lain ialah blasteran manusia berbudaya barat, sebaliknya yang berkepribadian orisinil, pribumi secara budaya ialah orang yang ada di desa.
Di Indnoesia para ekonomi kini menggalakan gagasan bagaimana cara membangun namun memihak rakyat. Jika yang digunakan selaku fatwa tata kerja membangun itu menjiplak pengalaman di Eropa Barat yang ditandai oleh revolusi industri dan terjadi absorpsi atua penetesan ke bawah (trickle down). Kota industri dulu yang berhasil kemudian merembes ke tempat sekitarnya.
Di Indonesia, pembangunan industri mendahului pembangunan pertanian. Mereka yang hidup miskin adalah petani gurem, buruh, nelayan kecil, peternak dan warga desa yang bermukim di kawasan pedalaman terisolasi.
Penduduk miskin struktural inilah yang mendasari lahirnya acara Inpres Desa Tertinggal tahun 1995.
Menurut Mubyarto, kemiskinan yakni kondisi serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan dasar bagi bawah umur. Membangun desa miskin memiliki arti meningkatkan kemampuan rakyat dengan cara menggali peluangdesanya.
Kombinasi antara peluangfisik desa dengan skill atau kesanggupan orangnya akan menciptakan pertumbuhan desa kian pesat. Inilah yang kini sedang gencar dilaksanakan di Indonesia semoga ketimpangan kota dan desa tidak begitu besar.
Trickle down effect pembangunan wilayah intinya mengorbankan petani. Lahan menyempit, harga gabah menurun, upah rendah, permainan mafia beras dll ialah sekelumit imbas permebesan dari pembangunan wilayah.
Gambar: disini
Kali ini akan dibahas sedikit tentang desain trickle down effect dalam pembangunan wilayah. Modernisasi pedesaan ketika ini mempunyai pengaruh negatif yang cukup terlihat terperinci.
Kota tak bisa membangun pedesaan disekitarnya, bahkan mengembangkan keterbelakangan karena korelasi hanya berjalan satu arah, padahal untuk mengembangkan level kehidupan di desa perlu hubungan dua arah.
Dilihat dari segi budaya, manusia kota itu menempati kawasan pinggiran. Menurut Stonequist, orang kota ini secara kultural tak lain ialah blasteran manusia berbudaya barat, sebaliknya yang berkepribadian orisinil, pribumi secara budaya ialah orang yang ada di desa.
Di Indnoesia para ekonomi kini menggalakan gagasan bagaimana cara membangun namun memihak rakyat. Jika yang digunakan selaku fatwa tata kerja membangun itu menjiplak pengalaman di Eropa Barat yang ditandai oleh revolusi industri dan terjadi absorpsi atua penetesan ke bawah (trickle down). Kota industri dulu yang berhasil kemudian merembes ke tempat sekitarnya.
Di Indonesia, pembangunan industri mendahului pembangunan pertanian. Mereka yang hidup miskin adalah petani gurem, buruh, nelayan kecil, peternak dan warga desa yang bermukim di kawasan pedalaman terisolasi.
Penduduk miskin struktural inilah yang mendasari lahirnya acara Inpres Desa Tertinggal tahun 1995.
Sawah semakin menyusut sebab pembangunan |
Kombinasi antara peluangfisik desa dengan skill atau kesanggupan orangnya akan menciptakan pertumbuhan desa kian pesat. Inilah yang kini sedang gencar dilaksanakan di Indonesia semoga ketimpangan kota dan desa tidak begitu besar.
Trickle down effect pembangunan wilayah intinya mengorbankan petani. Lahan menyempit, harga gabah menurun, upah rendah, permainan mafia beras dll ialah sekelumit imbas permebesan dari pembangunan wilayah.
Gambar: disini