Jakarta merupakan kota metropolitan paling besar dikala Indonesia dan menjadi ibukota negara. Seperti apa sejarah tata ruang kota Jakarta dari masa lalu sampai sekarang?.
Kota Jakarta dulu berjulukan Batavia hingga perang dunia kedua. Pada zaman VOC di muara Ciliwung, orang-orang Belanda mendirikan benteng untuk menahan serangan-serangan lawan lokal atau kompeni lain.
Benteng tersebut dinamai Batavia untuk menghormati nenek moyang bangsa Belanda ialah suku Bataven. Sebelum kedatangan belanda ke Indonesia, pelabuhan disana berjulukan Sunda Kelapa dan lalu berkembang menjadi Jayakarta yang pada tahun 1596 telah dipimpin seorang adipati.
Sebagai sentra jual beli Asia Tenggara, Batavia maju pesat sampai disaingi oleh Singapura buatan Raffles. Oleh alasannya itu Batavia dijuluki Ratu Negeri Timur. Di Tahun 1673, populasi Jakarta meraih 32.000 jiwa (padahal kota Frankfurt dan Main di Jerman masih 19.000 dikala itu).
Kemudian pada tahun 1830 berkembang menjadi dua kali lipat, dan menjelang era ke 19 penduudk Batavia sudah meraih 115.000 jiwa.
Sejarah kota Batavia semenjak dibukanya Weltevreden dijelaskan Wirjomantono adalah: Daerah gres ini semula berpusat di lapangan Monas lalu meluas ke arah Menteng dan Gondangdia.
Sejak tahun 1797 pusat pemerintahan ada di kawasan Monas hingga sekarang. Selepas masa Daendels, gubernur jenderal van der Capellen (1820) menempati gedung istana Merdeka kini.
Perluasan kota mula-mula mencakup garden city yakni gondangida gres dan menteng. Antara tahun 1860-1875 Batavia sudah meluas meliputi kawasan dari pelabuhan Amsterdam (Tanjung Priuk) hingga Jatinegara (Meester Cornelis).
Di era kemudian itu dari Gambir dibangun jalur kereta api menuju Bogor dan final pada akhir abad 18. Jalur kereta api sangat membantu kemajuan Jakarta ke arah timur di permulaan periode ke 20.
Stasiun-stasiun kemudian ditambah untuk mendukung ekonomi lewat Pasar Senen, Pasar Manggarai dan Pasar Jatinegara.
Istana untuk gubernur jenderal dibereskan pada 1912 meski tidak ditinggali lantaran lebih banyak yang tinggal di istana Bogor. Istana Jakarta lebih dikhususkan untuk pertemuan penting dengan Volkstraad dan penerimaan tamu negara.
Untuk meramaikan Batavia selaku kota perdagangan, dibuka bagian daerah Glodok untuk Pecinan sementa selaku ciri kota internasional baru maka diramaikan pula tempat disekitar stasiun Gambir dan dibuka tempat Pintu besar.
Perkembangan kota dari Batavia ke Jakarta tidak mampu dilepaskan dari tugas perkembangan tempat Gunung Sahari. Kedua hal ini memberikan pemahaman baru bagi pasar tradisional Jawa mingguan yang disokong oleh deretan pertokoan yang terpola memasarkan kebutuhan sehari-hari dan kelontong.
Setelah Indonesia merdeka, di daerah Merdeka Selatan sejak tahun 1960 dibangun gedung-gedung gres mirip gedung kedutaan Amerika dan Bank Indonesia di Jalan Thamrin.
Soekarno lalu memerintahkan pendirian Monumen Nasional dengan bentuk variasi lingga yoni dengan tinggi melebihi menara Eiffel. Konsep tersebut mengandung makan simbolik persatuan kekuatan dasar dualistik untuk bangsa Indonesia merdeka.
Selepas kemerdekaan dan ibukota kembali ke Jakarta (sempat pindah ke Yogyakarta), dibangunlah kota Kebayoran Baru. Dalam waktu relatif singkat, kota-kota luar ini menyatu dengan Jakarta Raya.
Pada 1948 populasi Jakarta masih 1.740.252 jiwa dan pada 1963 menjadi 3.100.000 dan terus meningkat hingga sensus 1980 mencatat angka 6.503.449 (11.023 jiwa per km persegi).
Sebuah pemikiran pada tahun 1953 memproyeksikan luas kota menjadi 162 km persegi yang hendak dibatasi oleh bundar jalan merangkap batas perluasan kota. Sejak 1959 kemajuan Jakarta menjadi belahan dari politik mercusuar dimana Indnoesia dijadikan pusat The New Emerging Forces.
Peristiwa G 30 S PKI tahun 1965 hanya bisa menghentikan sementara pengembangan tata ruang ibukota ini. Lau di periode orde baru 1965-1985 rencan Induk pengembangan Jakarta dibentuk.
Bentuk dan arah perkembangannya diputuskan agar mekarnya seimbang ke segala arah dengan titik pusat Tugu Nasional di Medan Merdeka. Radius pancarnya semula 15 km kemudian diperpanjang menjadi 50 km sehingga meliputi Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Konsep ini yang kini menjadi Megapolitan Jabodetabek. Perkembangan tata ruang Jakarta ini terus berlanjut sampai sekarang. Perluasannya kini sudah menjangkau Cikarang di timur, di barat sudah meraih Maja dan di selatan telah menuju ke arah Sukabumi.
Baca juga: Konsep trickle down effect Gambar: disini,disini
Kota Jakarta dulu berjulukan Batavia hingga perang dunia kedua. Pada zaman VOC di muara Ciliwung, orang-orang Belanda mendirikan benteng untuk menahan serangan-serangan lawan lokal atau kompeni lain.
Benteng tersebut dinamai Batavia untuk menghormati nenek moyang bangsa Belanda ialah suku Bataven. Sebelum kedatangan belanda ke Indonesia, pelabuhan disana berjulukan Sunda Kelapa dan lalu berkembang menjadi Jayakarta yang pada tahun 1596 telah dipimpin seorang adipati.
Sebagai sentra jual beli Asia Tenggara, Batavia maju pesat sampai disaingi oleh Singapura buatan Raffles. Oleh alasannya itu Batavia dijuluki Ratu Negeri Timur. Di Tahun 1673, populasi Jakarta meraih 32.000 jiwa (padahal kota Frankfurt dan Main di Jerman masih 19.000 dikala itu).
Kemudian pada tahun 1830 berkembang menjadi dua kali lipat, dan menjelang era ke 19 penduudk Batavia sudah meraih 115.000 jiwa.
Sejarah kota Batavia semenjak dibukanya Weltevreden dijelaskan Wirjomantono adalah: Daerah gres ini semula berpusat di lapangan Monas lalu meluas ke arah Menteng dan Gondangdia.
Sejak tahun 1797 pusat pemerintahan ada di kawasan Monas hingga sekarang. Selepas masa Daendels, gubernur jenderal van der Capellen (1820) menempati gedung istana Merdeka kini.
Pelabuhan Batavia kurun ke 17 |
Di era kemudian itu dari Gambir dibangun jalur kereta api menuju Bogor dan final pada akhir abad 18. Jalur kereta api sangat membantu kemajuan Jakarta ke arah timur di permulaan periode ke 20.
Stasiun-stasiun kemudian ditambah untuk mendukung ekonomi lewat Pasar Senen, Pasar Manggarai dan Pasar Jatinegara.
Istana untuk gubernur jenderal dibereskan pada 1912 meski tidak ditinggali lantaran lebih banyak yang tinggal di istana Bogor. Istana Jakarta lebih dikhususkan untuk pertemuan penting dengan Volkstraad dan penerimaan tamu negara.
Untuk meramaikan Batavia selaku kota perdagangan, dibuka bagian daerah Glodok untuk Pecinan sementa selaku ciri kota internasional baru maka diramaikan pula tempat disekitar stasiun Gambir dan dibuka tempat Pintu besar.
Perkembangan kota dari Batavia ke Jakarta tidak mampu dilepaskan dari tugas perkembangan tempat Gunung Sahari. Kedua hal ini memberikan pemahaman baru bagi pasar tradisional Jawa mingguan yang disokong oleh deretan pertokoan yang terpola memasarkan kebutuhan sehari-hari dan kelontong.
Setelah Indonesia merdeka, di daerah Merdeka Selatan sejak tahun 1960 dibangun gedung-gedung gres mirip gedung kedutaan Amerika dan Bank Indonesia di Jalan Thamrin.
Soekarno lalu memerintahkan pendirian Monumen Nasional dengan bentuk variasi lingga yoni dengan tinggi melebihi menara Eiffel. Konsep tersebut mengandung makan simbolik persatuan kekuatan dasar dualistik untuk bangsa Indonesia merdeka.
Selepas kemerdekaan dan ibukota kembali ke Jakarta (sempat pindah ke Yogyakarta), dibangunlah kota Kebayoran Baru. Dalam waktu relatif singkat, kota-kota luar ini menyatu dengan Jakarta Raya.
Pada 1948 populasi Jakarta masih 1.740.252 jiwa dan pada 1963 menjadi 3.100.000 dan terus meningkat hingga sensus 1980 mencatat angka 6.503.449 (11.023 jiwa per km persegi).
Proyek MRT di kota Jakarta ketika ini |
Peristiwa G 30 S PKI tahun 1965 hanya bisa menghentikan sementara pengembangan tata ruang ibukota ini. Lau di periode orde baru 1965-1985 rencan Induk pengembangan Jakarta dibentuk.
Bentuk dan arah perkembangannya diputuskan agar mekarnya seimbang ke segala arah dengan titik pusat Tugu Nasional di Medan Merdeka. Radius pancarnya semula 15 km kemudian diperpanjang menjadi 50 km sehingga meliputi Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Konsep ini yang kini menjadi Megapolitan Jabodetabek. Perkembangan tata ruang Jakarta ini terus berlanjut sampai sekarang. Perluasannya kini sudah menjangkau Cikarang di timur, di barat sudah meraih Maja dan di selatan telah menuju ke arah Sukabumi.
Baca juga: Konsep trickle down effect Gambar: disini,disini