Halo kawan-kawan semua, bagaimana kabarnya hari ini?. Semoga sehat senantiasa ya. Kali ini aku akan menjajal menawarkan argumen perihal kasus yang sedang hot di Indonesia ialah perihal First Travel.
Kenapa saya menjajal mengulasnya, karena berdasarkan saya selaku guru ini masuk dalam salah satu bahan pelajaran sosiologi diantaranya akreditasi sosial.
Sahabat sekalian kasus First Travel ini bermula dari dua pasangan sejoli yang menjajal mendaki hidup dari mulanya pas-pasan dan sekarang ingin menggapai puncak. Apakah dilarang seseorang berusaha keras agar menggapai kesuksesan di dunia?.
Boleh saja, tidak ada yang salah. Setiap manusia berhak meniti karir, merubah nasib, memperbaiki diri. Akan namun salah satu dilema yang sering hinggap di masyarakat kita ini adalah bagaimana mengatur AMBISI alias HAWA NAFSU.
First Travel intinya berencana baik, ingin menolong penduduk untuk berangkat umroh dengan harga miring. Namun dibalik itu semua terselip ambisi pribadi sehingga niat membantu orang lain menjadi rusak.
Coba lihat harta kekayaan yang bos First Travel miliki (saya tidak usah sebutkan). Bagaimana rasanya konsumen yang tertipu menyaksikan acuan hidup pasangan yang sedang diazab Tuhan ini?. Gambar: disini Inilah bahaya dari ambisi yang melebihi batas. Kalaupun pemilik First Travel ini baik, pasti beliau tidak akan pamer harta kekayaan, jalan-jalan ke luar negeri di medsos. Ingat bahwa semakin anda kaya maka gaya hidup anda kian sederhana. Bandingkan dengan Bill Gates dan Mark Zuckenberg contohnya.
Inilah salah satu penyakit sosial penduduk Indonesia yang kini menghantui ialah keserakahan. Hal ini sering saya jumpai pada orang yang dulunya miskin kemudian secara tiba-tiba kaya.
Saya juga punya sobat yang seperti itu. Dan ketika aku tanya, beliau selalu menjawab dengan kesombongan tinggi. Seolah-olah dialah yang berkuasa mengubah takdirnya dari miskin menjadi kaya, padahal ada campur tangan Allah didalamnya.
Orang yang seperti ini banyak yang lupa diri sehingga pada sebuah kurun akan diputarbalikan oleh Allah alasannya adalah lupa bersyukur.
Kasus First Travel juga nampaknya buah dari pengalaman abad lalu dimana pasangan sejoli tersebut sering dihina, dilecehkan dll sehingga ingin membalas dengan keberhasilan. Prinsipnya baik, keberhasilan yakni balasa dendam terbaik.
Namun cara untuk membangun suatu kesuksesannya yang sungguh fatal. Saya tidak akan mengulas perihal tata cara Ponzi yang mereka gunakan dalam membuka usaha umroh, karena aku memang tidak senang bisnis versi ini.
Model bisnis ini jelas sungguh tidak sesuai dan jangan dilaksanakan alasannya hanya menguntungkan orang paling atas dan merugikan orang paling bawah. CATAT!.
Kembali lagi, bahwa ambisi, hawa nafsu, keserakahan menjadi lawan besar insan yang sejak zaman nabi pun diperingatkan. Al Quran pun berkat bahwa "dunia adalah tambahan yang membohongi".
Ingat mitra, dunia ini hanya sementara dan janganlah sia-siakan kehidupan sementara ini untuk merusak hidup orang lain pula. Sebaik-baiknya manusia yaitu yang bermanfaat bagi banyak orang lain disekitarnya.
Uang mampu tiba dan pergi tetapi teman bersahabat, sobat itulah yang memperlihatkan kehidupan ini lebih berwarna. Jika anda dikenali orang banyak selaku orang baik, banyak menolong, jujur maka telah pasti anda akan dikenali selaku orang kaya (kaya hati pastinya).
Kalau soal harta, tidak usah dipikirkan sebab memang rezeki seseorang sudah dikontrol sesuai kadarnya masing-masing.
Kita berdoa gampang-mudahan problem ini segera tamat dan para nasabah menerima kembali dana yang sudah disetorkan atau diberangkatkan umroh oleh distributor lain yang lebih terpercaya.
Sekali lagi di periode sosialita dikala ini marilah kita sama-sama menertibkan ambisi, hawa nafsu serakah dalam diri.
Karena itulah lawan terkuat insan di dunia. Jika kita sudah dikuasi hawa nafsu maka kehidupan kita tinggal menanti kehancuran saja.
Kenapa saya menjajal mengulasnya, karena berdasarkan saya selaku guru ini masuk dalam salah satu bahan pelajaran sosiologi diantaranya akreditasi sosial.
Sahabat sekalian kasus First Travel ini bermula dari dua pasangan sejoli yang menjajal mendaki hidup dari mulanya pas-pasan dan sekarang ingin menggapai puncak. Apakah dilarang seseorang berusaha keras agar menggapai kesuksesan di dunia?.
Boleh saja, tidak ada yang salah. Setiap manusia berhak meniti karir, merubah nasib, memperbaiki diri. Akan namun salah satu dilema yang sering hinggap di masyarakat kita ini adalah bagaimana mengatur AMBISI alias HAWA NAFSU.
First Travel intinya berencana baik, ingin menolong penduduk untuk berangkat umroh dengan harga miring. Namun dibalik itu semua terselip ambisi pribadi sehingga niat membantu orang lain menjadi rusak.
Coba lihat harta kekayaan yang bos First Travel miliki (saya tidak usah sebutkan). Bagaimana rasanya konsumen yang tertipu menyaksikan acuan hidup pasangan yang sedang diazab Tuhan ini?. Gambar: disini Inilah bahaya dari ambisi yang melebihi batas. Kalaupun pemilik First Travel ini baik, pasti beliau tidak akan pamer harta kekayaan, jalan-jalan ke luar negeri di medsos. Ingat bahwa semakin anda kaya maka gaya hidup anda kian sederhana. Bandingkan dengan Bill Gates dan Mark Zuckenberg contohnya.
Inilah salah satu penyakit sosial penduduk Indonesia yang kini menghantui ialah keserakahan. Hal ini sering saya jumpai pada orang yang dulunya miskin kemudian secara tiba-tiba kaya.
Saya juga punya sobat yang seperti itu. Dan ketika aku tanya, beliau selalu menjawab dengan kesombongan tinggi. Seolah-olah dialah yang berkuasa mengubah takdirnya dari miskin menjadi kaya, padahal ada campur tangan Allah didalamnya.
Orang yang seperti ini banyak yang lupa diri sehingga pada sebuah kurun akan diputarbalikan oleh Allah alasannya adalah lupa bersyukur.
Kasus First Travel juga nampaknya buah dari pengalaman abad lalu dimana pasangan sejoli tersebut sering dihina, dilecehkan dll sehingga ingin membalas dengan keberhasilan. Prinsipnya baik, keberhasilan yakni balasa dendam terbaik.
Namun cara untuk membangun suatu kesuksesannya yang sungguh fatal. Saya tidak akan mengulas perihal tata cara Ponzi yang mereka gunakan dalam membuka usaha umroh, karena aku memang tidak senang bisnis versi ini.
Model bisnis ini jelas sungguh tidak sesuai dan jangan dilaksanakan alasannya hanya menguntungkan orang paling atas dan merugikan orang paling bawah. CATAT!.
Kembali lagi, bahwa ambisi, hawa nafsu, keserakahan menjadi lawan besar insan yang sejak zaman nabi pun diperingatkan. Al Quran pun berkat bahwa "dunia adalah tambahan yang membohongi".
Ingat mitra, dunia ini hanya sementara dan janganlah sia-siakan kehidupan sementara ini untuk merusak hidup orang lain pula. Sebaik-baiknya manusia yaitu yang bermanfaat bagi banyak orang lain disekitarnya.
Uang mampu tiba dan pergi tetapi teman bersahabat, sobat itulah yang memperlihatkan kehidupan ini lebih berwarna. Jika anda dikenali orang banyak selaku orang baik, banyak menolong, jujur maka telah pasti anda akan dikenali selaku orang kaya (kaya hati pastinya).
Kalau soal harta, tidak usah dipikirkan sebab memang rezeki seseorang sudah dikontrol sesuai kadarnya masing-masing.
Kita berdoa gampang-mudahan problem ini segera tamat dan para nasabah menerima kembali dana yang sudah disetorkan atau diberangkatkan umroh oleh distributor lain yang lebih terpercaya.
Sekali lagi di periode sosialita dikala ini marilah kita sama-sama menertibkan ambisi, hawa nafsu serakah dalam diri.
Karena itulah lawan terkuat insan di dunia. Jika kita sudah dikuasi hawa nafsu maka kehidupan kita tinggal menanti kehancuran saja.