Blogger Jateng

Hati-Hati Makan di Lesehan Malioboro

Sebetulnya aku sedang libur ngblog saat lebaran ini namun alasannya adalah datang-tiba ada ide dari berita ihwal lesehan malioboro yang animo. Beberapa media online kini sedang booming oleh isu tentang perlakuan penjualdi sekitaran lesehan Malioboro. 

Ada beberapa wisatawan yang terkejut bukan kepayang saat berbelanja masakan yang harganya selangit. Saya hanya ingin menyertakan pengalaman saja bertahun-tahun kebelakang ketika makan di lesehan Malioboro. 
Lesehan di Malioboro memang menjadi salah satu ikon kota Jogjakarta. Setiap piknik tiba, maka lesehan ini selalu sarat oleh wisatawan. Namun anda teta harus berhati-hati memilih lokasi untuk makan sebab jangan hingga anda menjadi jengkel bukan main. 

Kota Jogja memang terkenal dengan keramahannya namun ini tidak berlaku untuk beberapa mahluk di dalamnya.
Tahun lalu dikala malam hari saya bareng sobat-sobat saya singgah di Malioboro dan makan di salah satu lesehan pinggir jalan. Menu yang kami pesan ya sederhana saja yaitu satu porsi ayam goreng dan minumannya. 

Satu dosis ayam goreng dan es teh kurun itu dibanderol dengan harga yang cukup tinggi yaitu sekitar 30 ribuan. Mungkin ini yang tergolong salah satu dari beberapa sifat jelek orang Indonesia ialah "mempergunakan situasi". Memang pada saat piknik tiba, pastinya akan banyak wisawatan tiba dan ini menjadi ladang uang tersendiri bagi pedagang. 

Tidak ada salahnya mengambil keuntungan dari keadaan liburan, namun tetap berjualan juga ada budbahasa nya toh?. Saya sarankan anda tanyakan dulu harga masakan di sana sebelum membelinya, itu hak anda selaku konsumen tidak apa-apa.
Malioboro di malam hari
Satu hal lagi dikala makan di lesehan, sering timbul anak kecil memperlihatkan amplop yag tidak terperinci asal usulnya untuk apa terhadap pelanggan. Usut punya usut amplop tersebut dibagikan agar diisi duit oleh para hadirin. 

Saya cari tahu ke teman ternyata ini yakni sindikat preman sana untuk mencari duit. Luar biadab bukan?, insan macam apa mencari duit seperti itu. Saya tidak tahu apakah sekarang praktek macam itu masih ada atau tidak. 

Orang lain cape-cape kerja, ini malah nyodorin amplop aja minta duit seenaknya. Praktek culas mirip ini tentu mesti menerima perhatian dari pemerintah tempat. 

Masyarakat mesti dididik untuk mencari rezeki dengan cara yang baik dan halal. Saya orisinil orang Jogja dan aku berharap pemerintah tempat mampu menata Malioboro biar lebih baik dan nyaman sebenar-benarnya.
Saat ini aku lebih menentukan untuk makan di mall saja atau di luar Malioboro alasannya adalah pengalaman jelek tersebut. Oh ya satu lagi, hati-hati bila anda nyewa becak di sana. Saya bukannya kasihan kepada tukang becak namun sekali lagi bahwa mentalitas insan mesti dibina supaya sehat. 

Saya dulu pernah naik becak keliling-keliling dan singkat dongeng ternyata abang-abang becak tersebut telah join dengan toko-toko di sekeliling Malioboro. Saya dipaksa turun untuk membeli salah satu produk buah tangan disana agar beliau bisa kupon undian motor. Enak aja, emangnya situ siapa nyuruh saya belanja. 

Lagi-lagi ini menjadi fenomena yang janggal bagi saya. Kalaupun aku mau membeli sesuatu ya sebab butuh bukan sebab dipaksa dan ada maunya. Saya dalam hal ini cuma membuatkan pengalaman aku saja dan mari kita jaga kenyamanan Jogja dengan baik. 

Semua bisa dirubah asalkan kita sendiri mau berganti menajdi lebih baik.  
Gambar: tribunjogja