Kamu yang tinggal di kota tentu akan mudah menjawab jika diberikan pertanyaaan, apa itu definisi kota?. Ada yang menjawab macet, banyak gedung, jalan, mall dan yang lain.
Namun dalam perjuangan merumuskan pengertian kota, para mahir geografi memiliki pertimbangan masing-masing yang berdalih. Berikut ini pengertian berdasarkan para ahli:
Mayer, melihat kota selaku daerah berdomisili orangnya, baginya yang penting bukan rumah, jalan, rumah ibadah, kantor, taman, sungai dan lainnya melainkan penghuninya yang menciptakan semua bangunan tadi.
Meski sebagai pemukiman dan wadah komunikasi manusia penting, untuk mengetahui kota lewat faktor manusianya yang sungguh esensial.
Ini menyangkut nilai, perasaan, ingatan mereka dalam berorganisasi. Kota memang mewujudkan penciptaan peradaban meski permulaan awalnya berasal dari pedesaan.
Mumford, lebih melihat kota sebagai sebuah tempat konferensi yang berkiblat ke luar. Malahan sebelum kota menjadi tempat tinggal tetap, orang-penduduknya bolak-balik dari desa untuk berkunjung secara terorganisir.
Di situ kota seperti magnet yang semakin besar tarikannya baik dari segi ekonomi maupun keagamaan. Sebaliknya desa ialah bentuk pemukiman yang penduduknya berkiblat ke dalam dan menolak orang luar, sifat penduduknya relatif kaku dan serba curiga.
Max Weber, memandang kota yaitu bila penghuninya sebagian besar penghuninya mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar lokal. Adapun barang kebutuhannya dibuat setempat pula dan ada yang dipasok dari pedesaan. Ini yaitu sifat dasar dari kosmopolitan kota yang menjadi hakikat kota. Kaprikornus sifat kota lebih pada pasarnya.
Christaller, dengan central place theory nya menunjukan fungsi kota selaku penyelenggaraan dan penyediaan jasa bagi daerah di sekitarnya. Kota merupakan sentra pelayanan.
Makara kota bukan pusat pemukiman pada mulanya melainkan sentra pelayanan. Sejauh mana sebuah kota menjadi sentra pelayanan bergantung terhadap sejauh mana pedesaan disekitarnya mempergunakan jasa-jasa kota.
Sjoberg, melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya sebuah kalangan spesialis non agraris dimana yang berpendidikan ialah bab penduduk yang terpenting.
Mereka itu adalah para kaum literat mirip pujangga, sastrawan, ahli agama. Setelah semua berkumpul barulah ada pembagian kerja tertentu dalam kehidupan kota.
Wirth, menatap kota sebagai suatu sentra permukiman yang relatif besar padat dan permanen dengan masyarakatyang heterogen kedudukan sosialnya. Karena itu hubungan sosial antara penghuninya longgar, hirau dan relasi nya sangat kendur atau kekerabatan tidak dekat.
Marx dan Engels, menatap kota selaku perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat produksi untuk memertahankan diri para orangnya.
Bedanya dengan desa, di kota terjadi pemisahan yang besar antara aktivitas rohani dan bahan. Individu-individu terbagi atas dua golongan acara itu sehingga terasa ada pemisahan.
Harris dan Ullaman, menyaksikan kota selaku sentra untuk pemukiman dan pemanfaatan bumi oleh insan. Manusia disana unggul dalam mengeksploitasi bumi, buktinya pertumbuhan kota pesat dan terus mekar. Namun selain mekar, pemiskinan juga terjadi pada manusianya sehingga muncul aneka macam duduk perkara sosial.
Sumber: Geografi Kota Dan Desa, Daldjoeni. Gambar: news.bbc.co.uk
Namun dalam perjuangan merumuskan pengertian kota, para mahir geografi memiliki pertimbangan masing-masing yang berdalih. Berikut ini pengertian berdasarkan para ahli:
Mayer, melihat kota selaku daerah berdomisili orangnya, baginya yang penting bukan rumah, jalan, rumah ibadah, kantor, taman, sungai dan lainnya melainkan penghuninya yang menciptakan semua bangunan tadi.
Meski sebagai pemukiman dan wadah komunikasi manusia penting, untuk mengetahui kota lewat faktor manusianya yang sungguh esensial.
Ini menyangkut nilai, perasaan, ingatan mereka dalam berorganisasi. Kota memang mewujudkan penciptaan peradaban meski permulaan awalnya berasal dari pedesaan.
Mumford, lebih melihat kota sebagai sebuah tempat konferensi yang berkiblat ke luar. Malahan sebelum kota menjadi tempat tinggal tetap, orang-penduduknya bolak-balik dari desa untuk berkunjung secara terorganisir.
Di situ kota seperti magnet yang semakin besar tarikannya baik dari segi ekonomi maupun keagamaan. Sebaliknya desa ialah bentuk pemukiman yang penduduknya berkiblat ke dalam dan menolak orang luar, sifat penduduknya relatif kaku dan serba curiga.
Kota Bandung Paris van Java |
Christaller, dengan central place theory nya menunjukan fungsi kota selaku penyelenggaraan dan penyediaan jasa bagi daerah di sekitarnya. Kota merupakan sentra pelayanan.
Makara kota bukan pusat pemukiman pada mulanya melainkan sentra pelayanan. Sejauh mana sebuah kota menjadi sentra pelayanan bergantung terhadap sejauh mana pedesaan disekitarnya mempergunakan jasa-jasa kota.
Sjoberg, melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya sebuah kalangan spesialis non agraris dimana yang berpendidikan ialah bab penduduk yang terpenting.
Mereka itu adalah para kaum literat mirip pujangga, sastrawan, ahli agama. Setelah semua berkumpul barulah ada pembagian kerja tertentu dalam kehidupan kota.
Wirth, menatap kota sebagai suatu sentra permukiman yang relatif besar padat dan permanen dengan masyarakatyang heterogen kedudukan sosialnya. Karena itu hubungan sosial antara penghuninya longgar, hirau dan relasi nya sangat kendur atau kekerabatan tidak dekat.
Marx dan Engels, menatap kota selaku perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat produksi untuk memertahankan diri para orangnya.
Bedanya dengan desa, di kota terjadi pemisahan yang besar antara aktivitas rohani dan bahan. Individu-individu terbagi atas dua golongan acara itu sehingga terasa ada pemisahan.
Harris dan Ullaman, menyaksikan kota selaku sentra untuk pemukiman dan pemanfaatan bumi oleh insan. Manusia disana unggul dalam mengeksploitasi bumi, buktinya pertumbuhan kota pesat dan terus mekar. Namun selain mekar, pemiskinan juga terjadi pada manusianya sehingga muncul aneka macam duduk perkara sosial.
Sumber: Geografi Kota Dan Desa, Daldjoeni. Gambar: news.bbc.co.uk