Akhir pekan ini dunia pendidikan Indonesia kembali diramaikan dengan gosip Menteri Pendidikan yang meniadakan Ujian Nasional atau UN tahun 2017. Keputusan tersebut tinggal menunggu kode presiden Joko Widodo. Lalu bagaimana sikap kita dalam menghadapi acara tersebut?. Pelaksanaan UN memang dari tahun sebelumnya banyak menuai pro dan kontra di kalangan penduduk .
Lalu jikalau UN ditiadakan, gantinya apa?. Menteri pendidikan mengungkapkan bahwa cobaan final nantinya akan dikembalikan ke tempat. Untuk tingkat SMA/SMK akan dikelola oleh propinsi sedangkan untuk Sekolah Dasar/SMP dikelola di tingkat kota/kabupaten. Kaprikornus tetap saja ada ujian to?.
Sebenarnya namanya pendidikan pasti salah satu alat ukur hasil pencapaian siswa ialah dengan ujian tertulis. Hidup saja kan ada ujiannya, kala melaksanakan soal ujian saja takut?. Soal hasil ya ga usah dipikirkan, yang penting kan seberapa besar daya perjuangannya dulu.
Saya sebagai pendidik, sampai ketika ini masih galau dengan mental bawah umur Indonesia. Banyak dari mereka yang tidka siap diuji dan ingin cepat lulus. Dengan kata lain mental inlander masih tertanam dalam diri masyarakat kita.
Dalam pelaksanaan ujian pun, tindak kecurangan banyak terjadi dan hingga-hingga distribusi "soal cobaan" saja harus dikawal pihak polisi. Nampaknya hal ini hanya ada di Indonesia. Jika mental anak dan guru itu elok, bantu-membantu tidak ada kata takut dalam melakukan soal ujian.
Toh nilai angka tidak sepenuhnya memengaruhi takdir kesuksesan seseorang. Saya memperhatikan sejak dulu ada sekolah yang takut nilai belum dewasa nya buruk sehingga akan menghancurkan gambaran sekolah kemudian hasilnya mereka menciptakan kecurangan masif.
Niat baik untuk menaikan nilai anak malah menghasilkan keburukan dan dosa. Memang guru-guru kita terlalu baik hingga-sampai tidak lezat hati menyaksikan nilai belum dewasa buruk. Tapi itulah dunia pendidikan Indonesia saat ini. Kalaupun UN dihapus dan masih ada Ujian Akhir, apakah kecurangan mampu dikesampingkan?.
Pendidikan yang hanya berfokus pada nilai angka 0-100 cuma akan membuat belum akil balig cukup akal kian tertekan. Semoga sekolah di Indonesia makin baik dalam mengelola mental anak-anak biar tidak takut menghadapi Ujian. Masih banyak ilmu yang lebih penting di sekolah dari sekedar memikirkan skor ujian.
Lalu jikalau UN ditiadakan, gantinya apa?. Menteri pendidikan mengungkapkan bahwa cobaan final nantinya akan dikembalikan ke tempat. Untuk tingkat SMA/SMK akan dikelola oleh propinsi sedangkan untuk Sekolah Dasar/SMP dikelola di tingkat kota/kabupaten. Kaprikornus tetap saja ada ujian to?.
Sebenarnya namanya pendidikan pasti salah satu alat ukur hasil pencapaian siswa ialah dengan ujian tertulis. Hidup saja kan ada ujiannya, kala melaksanakan soal ujian saja takut?. Soal hasil ya ga usah dipikirkan, yang penting kan seberapa besar daya perjuangannya dulu.
Saya sebagai pendidik, sampai ketika ini masih galau dengan mental bawah umur Indonesia. Banyak dari mereka yang tidka siap diuji dan ingin cepat lulus. Dengan kata lain mental inlander masih tertanam dalam diri masyarakat kita.
Dalam pelaksanaan ujian pun, tindak kecurangan banyak terjadi dan hingga-hingga distribusi "soal cobaan" saja harus dikawal pihak polisi. Nampaknya hal ini hanya ada di Indonesia. Jika mental anak dan guru itu elok, bantu-membantu tidak ada kata takut dalam melakukan soal ujian.
Toh nilai angka tidak sepenuhnya memengaruhi takdir kesuksesan seseorang. Saya memperhatikan sejak dulu ada sekolah yang takut nilai belum dewasa nya buruk sehingga akan menghancurkan gambaran sekolah kemudian hasilnya mereka menciptakan kecurangan masif.
Niat baik untuk menaikan nilai anak malah menghasilkan keburukan dan dosa. Memang guru-guru kita terlalu baik hingga-sampai tidak lezat hati menyaksikan nilai belum dewasa buruk. Tapi itulah dunia pendidikan Indonesia saat ini. Kalaupun UN dihapus dan masih ada Ujian Akhir, apakah kecurangan mampu dikesampingkan?.
Pendidikan yang hanya berfokus pada nilai angka 0-100 cuma akan membuat belum akil balig cukup akal kian tertekan. Semoga sekolah di Indonesia makin baik dalam mengelola mental anak-anak biar tidak takut menghadapi Ujian. Masih banyak ilmu yang lebih penting di sekolah dari sekedar memikirkan skor ujian.